Fenomena Kecanduan Belanja Online: Dampak pada Kesehatan Mental dan Ekonomi Masyarakat
- Kamis, 20 Februari 2025

JAKARTA - Kecanduan belanja online telah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan di tengah masyarakat modern. Dengan kemajuan teknologi digital, akses yang mudah dan cepat terhadap berbagai platform e-commerce telah mengubah pola konsumsi masyarakat secara signifikan. Hal ini menjadi topik utama dalam kuliah umum yang diadakan oleh Magister Sains Departemen Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) Malang. Kuliah umum bertajuk "Kesehatan Mental di Era Ekonomi Digital" ini menyoroti dampak psikologis dan ekonomi dari kebiasaan belanja online yang berlebihan.
Belanja Instan dan Konsumtivisme
Di era digital ini, belanja online memberikan kenyamanan yang luar biasa. Tidak perlu lagi mengunjungi toko fisik untuk mendapatkan barang yang diinginkan. Cukup dengan perangkat smartphone dan koneksi internet, kita dapat membeli hampir segala sesuatu yang diinginkan. Namun, kenyamanan ini datang dengan harga yang tidak terlihat: kecanduan belanja online.
Dekan FISIP Universitas Brawijaya, Prof. Anang Sujoko, menyoroti bahwa kemudahan berbelanja online dapat memberikan dampak negatif pada psikologi individu. Terutama dengan fasilitas pembayaran yang semakin memudahkan, seperti layanan "paylater", yang memungkinkan pembelian meski tanpa uang tunai di tangan. "Hal-hal seperti itu memicu seseorang yang seharusnya tidak butuh sesuatu, tetapi karena ada iming-iming bahwa nanti membayar bisa nyicil, itu ternyata telah mengarahkan kepada perilaku-perilaku yang di luar kemampuan seseorang tersebut," ungkap Prof Anang.
Dampak Psikologis dan Finansial
Psikologi manusia rentan terhadap strategi pemasaran yang agresif dan fasilitas pembayaran yang memudahkan. Menurut Prof Anang, ini dapat memicu perubahan gaya berpikir dari yang awalnya tidak membutuhkan sesuatu menjadi merasa perlu untuk membeli hanya karena adanya penawaran menarik. Kondisi ini bisa berujung pada masalah keuangan, seperti terpaksa melakukan pinjaman online atau bahkan membuat kartu kredit yang tidak diperlukan.
Permasalahan ini tidak hanya berakhir dengan masalah finansial. Prof Anang menambahkan bahwa dampak psikologis dari kecanduan belanja online sangat signifikan. Kebiasaan membeli yang melebihi kemampuan ekonomi bisa menimbulkan perasaan cemas, stress, dan bahkan depresi ketika harus menghadapi tumpukan hutang. "Hingga kemudian terpaksa melakukan pinjaman online (pinjol) atau membuat kartu kredit, padahal itu kita gak butuh," tambahnya.
Tanggung Jawab Bersama
Mengatasi masalah kecanduan belanja online memerlukan pendekatan yang komprehensif, melibatkan berbagai pihak mulai dari individu hingga pemerintah dan pelaku bisnis digital. Pendidikan mengenai manajemen keuangan dan pemahaman akan kesehatan mental harus ditingkatkan. Pemerintah diharapkan dapat memperketat regulasi mengenai layanan pembayaran yang memicu perilaku konsumtif berlebihan.
Di tingkat individu, self-awareness atau kesadaran diri mengenai kebiasaan konsumsi adalah langkah awal yang penting. Sementara itu, para pelaku bisnis e-commerce diharapkan untuk lebih bertanggung jawab dalam menjalankan bisnisnya dengan tidak semata-mata mengejar keuntungan tanpa memperhatikan dampak sosial yang mungkin timbul.

David
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Kilang Pertamina Internasional Dukung Transisi Energi di Indonesia, Ini Strateginya
- Selasa, 05 Agustus 2025
Terpopuler
1.
Perumahan Murah Jayapura, Hunian Nyaman Harga Terjangkau
- 05 Agustus 2025
2.
Petani Probolinggo Dapat Alsintan, Siap Produksi Optimal
- 05 Agustus 2025
3.
Pengiriman Logistik PSU Sarmi Selesai di Dua Distrik Terpencil
- 05 Agustus 2025
4.
KAI Sediakan Opsi Refund Tiket Jarak Jauh untuk Penumpang
- 05 Agustus 2025
5.
MIND ID Fokus pada Transformasi dan Keberlanjutan
- 05 Agustus 2025