
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini terhadap potensi cuaca ekstrem yang diperkirakan terjadi pada Kamis, 7 Agustus 2025. Meski sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau, potensi peningkatan curah hujan tetap ada, khususnya di kawasan Indonesia bagian Tengah dan Timur.
BMKG menyampaikan bahwa dinamika atmosfer masih menunjukkan ketidakstabilan, yang memicu pembentukan awan hujan. Salah satu pemicu utama kondisi ini adalah keberadaan Bibit Siklon Tropis 90S yang terpantau di Samudra Hindia, tepatnya di sebelah barat daya Bengkulu. Fenomena ini berkontribusi terhadap pembentukan daerah konvergensi atau perlambatan angin yang memanjang dari Pesisir Barat Sumatera bagian selatan hingga ke Pulau Jawa.
"Kondisi ini didukung oleh berbagai faktor, mulai dari skala global, regional, hingga lokal, yang secara kolektif menciptakan kondisi atmosfer yang labil dan kondusif untuk pembentukan awan-awan hujan dengan intensitas bervariasi," demikian disampaikan pihak BMKG dalam keterangan resminya.
Baca Juga
Fenomena Atmosfer Penyebab Ketidakstabilan Cuaca
Fenomena Bibit Siklon Tropis 90S turut memperparah ketidakstabilan atmosfer. Keberadaan sistem tekanan rendah ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah sekitarnya. Selain itu, konvergensi angin yang terjadi di berbagai daerah turut menjadi faktor pemicu hujan lebat. Kondisi ini membuat beberapa daerah di Indonesia perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.
Meskipun saat ini masuk musim kemarau, BMKG menegaskan bahwa anomali cuaca dapat menyebabkan intensitas hujan yang cukup tinggi dalam periode pendek. Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk tidak menganggap remeh potensi cuaca ekstrem, terlebih jika tinggal di daerah rawan bencana.
Daftar Wilayah Terdampak Cuaca Ekstrem
BMKG telah memetakan 26 wilayah yang berpotensi mengalami cuaca ekstrem pada Kamis, 7 Agustus 2025. Wilayah-wilayah tersebut antara lain:
Hujan Lebat hingga Sangat Lebat: Banten, Jawa Barat.
Hujan Sedang hingga Lebat: Aceh, Bengkulu, DKI Jakarta, Gorontalo, Jambi, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Pegunungan, Papua Selatan, Papua Tengah, Riau, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.
Dari daftar tersebut, tampak bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia dari barat hingga timur memiliki potensi terdampak cuaca ekstrem. Ini menandakan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan dari masyarakat serta pemerintah daerah setempat.
Imbauan Kewaspadaan dan Mitigasi Risiko
BMKG mengimbau seluruh masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, khususnya bagi mereka yang berada di daerah-daerah rawan bencana. BMKG juga mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan semua pihak, terutama pemerintah daerah, untuk mengambil langkah-langkah mitigasi risiko sejak dini.
Selain itu, masyarakat diminta untuk terus memantau perkembangan cuaca melalui kanal resmi BMKG seperti website www.bmkg.go.id, aplikasi InfoBMKG, maupun melalui akun media sosial @infobmkg. Dengan memantau informasi terbaru, masyarakat dapat lebih siap dalam mengambil langkah antisipatif jika terjadi perubahan kondisi cuaca secara mendadak.
BMKG menekankan bahwa peringatan ini bukan untuk menimbulkan kepanikan, melainkan untuk meningkatkan kewaspadaan. Apabila potensi hujan deras terjadi, masyarakat di daerah perbukitan dan tepi sungai diimbau untuk menghindari aktivitas di luar ruangan dan menyiapkan langkah evakuasi jika diperlukan.
Peran Pemerintah Daerah dalam Penanganan Cuaca Ekstrem
Pemerintah daerah diharapkan dapat mengambil tindakan cepat dalam menghadapi potensi cuaca ekstrem. Beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi membersihkan saluran air, menyiagakan petugas tanggap bencana, serta menyediakan tempat evakuasi yang aman bagi warga yang tinggal di daerah rawan banjir dan longsor.
Koordinasi antarinstansi juga perlu diperkuat agar respons terhadap bencana dapat dilakukan dengan lebih efektif. Upaya penanganan dini dan sosialisasi kepada masyarakat sangat penting dalam mengurangi risiko korban jiwa dan kerugian materiil akibat bencana.
Peran Aktif Masyarakat dalam Adaptasi Cuaca
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mengantisipasi dampak cuaca ekstrem. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan tidak membuang sampah sembarangan, karena dapat menyumbat saluran air dan memicu banjir. Selain itu, warga juga dapat bergotong royong membersihkan lingkungan sekitar untuk mencegah terjadinya genangan air.
Mengikuti arahan dan informasi dari BMKG serta aparat setempat juga menjadi bentuk partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana. Dengan kerja sama antara masyarakat dan pemerintah, potensi risiko dapat ditekan sekecil mungkin.
Antisipasi Lebih Baik daripada Menghadapi Risiko
Cuaca ekstrem yang diperkirakan melanda 26 wilayah Indonesia pada Kamis, 7 Agustus 2025 merupakan peringatan bagi semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan. Perubahan cuaca yang cepat dan tak terduga menjadi tantangan tersendiri dalam upaya perlindungan masyarakat.
Melalui koordinasi yang solid antara BMKG, pemerintah daerah, dan partisipasi aktif masyarakat, diharapkan potensi dampak buruk dari cuaca ekstrem ini dapat diminimalisir. Kewaspadaan yang tinggi, kesiapan mitigasi, serta komunikasi yang baik menjadi kunci dalam menghadapi kondisi cuaca yang tidak menentu di tengah perubahan iklim global.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
334 Pesawat Aktif, Penerbangan Nasional Stabil
- 07 Agustus 2025
2.
Chery Jadi Eksportir Otomotif Terbesar Tiongkok
- 07 Agustus 2025
3.
ASDP Perkuat Layanan Penyeberangan Danau Toba
- 07 Agustus 2025
4.
Proyek Tol Terpanjang Dongkrak Konektivitas Jawa Barat
- 07 Agustus 2025
5.
Dukungan Penuh Erick Thohir untuk Timnas Putri
- 07 Agustus 2025