JAKARTA - Tahun 2025 menjadi periode penuh tantangan bagi sektor asuransi umum di Indonesia. Dinamika pasar global, perubahan preferensi nasabah, dan perlambatan ekonomi menjadi faktor eksternal yang menekan kinerja sektor ini. Di sisi lain, transformasi internal yang belum merata turut memperbesar tekanan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan asuransi.
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melihat bahwa tahun ini bukan hanya tentang bertahan, melainkan juga tentang bagaimana industri beradaptasi dan menciptakan strategi baru untuk menjawab tantangan jangka pendek maupun panjang. Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, menyampaikan sejumlah isu krusial yang harus menjadi perhatian pelaku industri agar tetap relevan dan berkelanjutan.
Salah satu tantangan terbesar, menurut Budi, adalah semakin ketatnya margin underwriting. Hal ini terjadi karena peningkatan risiko yang tidak diimbangi oleh kenaikan premi secara proporsional. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan tekanan pada pendapatan perusahaan asuransi.
“Ditambah, rendahnya literasi asuransi dan penetrasi di segmen ritel dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sehingga potensi pasar belum tergarap optimal,” ujar Budi, Jumat, 25 Juli 2025.
Tak hanya itu, kondisi pasar reasuransi global yang masih berada dalam fase "hard market" turut memperburuk keadaan. Hard market adalah situasi ketika tarif reasuransi tinggi dan kapasitas yang tersedia dari perusahaan reasuradur menjadi terbatas. Akibatnya, perusahaan asuransi umum harus menanggung biaya lebih besar untuk melindungi risiko yang mereka tanggung.
Kondisi ini mendorong pelaku industri untuk tidak bergantung sepenuhnya pada model bisnis konvensional. AAUI mendorong perusahaan asuransi untuk mulai berinovasi, baik dari sisi produk maupun strategi distribusi. Dalam konteks ini, Budi menekankan pentingnya pengembangan produk-produk baru yang relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat modern.
“Misalnya, melakukan pengembangan asuransi mikro, asuransi untuk kendaraan listrik, serta produk-produk hybrid yang mengadopsi perlindungan untuk risiko emerging, seperti risiko siber dan parametric insurance,” jelas Budi.
Asuransi mikro menjadi solusi penting bagi segmen pasar yang selama ini belum tersentuh layanan asuransi, seperti masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku UMKM. Sementara itu, asuransi untuk kendaraan listrik menunjukkan kesiapan industri dalam menghadapi transisi ke energi ramah lingkungan. Produk hybrid seperti parametric insurance juga dinilai mampu menjawab tantangan risiko yang sulit diukur secara tradisional.
Namun inovasi produk saja belum cukup. Efisiensi dan kecepatan layanan menjadi penentu lain dalam mempertahankan loyalitas nasabah. Oleh karena itu, Budi mendorong perusahaan untuk memperkuat digitalisasi distribusi serta melakukan automasi dalam proses klaim.
“Langkah ini dianggap krusial untuk meningkatkan efisiensi operasional, memperluas akses pasar, serta mempertahankan daya saing dari sisi harga,” tegasnya.
Penerapan digitalisasi menyeluruh akan memudahkan nasabah untuk mengakses produk asuransi, melakukan pembelian, serta mengajukan klaim dengan lebih mudah dan cepat. Selain itu, proses yang terotomatisasi akan memangkas biaya operasional dan memperkecil potensi kesalahan manusia dalam administrasi klaim.
Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah kebutuhan untuk memperkuat manajemen risiko. AAUI menekankan bahwa strategi penetapan harga (pricing) harus berbasis data aktual dan prediksi yang akurat terhadap eksposur risiko. Hal ini akan memungkinkan perusahaan untuk menentukan premi secara tepat dan menghindari kerugian yang tidak terduga.
“Strategi lain yang tak kalah penting adalah penguatan manajemen risiko serta penerapan pricing yang berbasis data,” tambah Budi.
Meskipun menghadapi tekanan, industri asuransi umum masih menunjukkan pertumbuhan, meski dalam angka yang cukup moderat. Data AAUI mencatat bahwa pada kuartal pertama tahun 2025, pendapatan premi industri asuransi umum mencapai Rp 30,53 triliun. Angka ini tumbuh tipis sebesar 0,3% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yakni Rp 30,45 triliun.
Namun di sisi lain, pembayaran klaim meningkat lebih tinggi, yakni sebesar 4,8% menjadi Rp 10,98 triliun dibandingkan kuartal pertama tahun 2024. Kenaikan pembayaran klaim ini menunjukkan bahwa tingkat risiko yang ditanggung oleh perusahaan meningkat, yang tentu saja berdampak pada margin keuntungan mereka.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa meskipun industri ini masih mampu tumbuh, tekanan dari sisi biaya klaim dan turunnya profitabilitas menjadi perhatian serius yang harus segera diatasi. Perusahaan asuransi perlu mengambil langkah cepat dan adaptif dalam merespons perubahan pasar.
Budi optimistis bahwa dengan strategi yang tepat, industri asuransi umum masih memiliki peluang untuk berkembang dan tetap memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Fokus pada literasi keuangan dan edukasi masyarakat juga menjadi bagian penting dari strategi jangka panjang yang sedang dibangun oleh asosiasi.
“Dengan strategi yang tepat dan fokus pada peningkatan literasi, perluasan pasar, serta efisiensi operasional, kami optimistis industri asuransi umum dapat melewati tantangan ini dan tetap memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional,” tutup Budi.
Seiring dengan dinamika global yang terus berubah, industri asuransi di Indonesia dituntut untuk bertransformasi. Kombinasi antara inovasi produk, efisiensi operasional, dan peningkatan kualitas layanan menjadi fondasi utama untuk menjawab tantangan 2025. Peluang tetap terbuka, tetapi hanya bagi mereka yang siap berubah dan berani berinovasi.