Kemacetan Logistik Terjadi di Penyeberangan Situbondo Lombok

Kemacetan Logistik Terjadi di Penyeberangan Situbondo Lombok
Kemacetan Logistik Terjadi di Penyeberangan Situbondo Lombok

JAKARTA - Ketegangan dalam sektor transportasi logistik di wilayah timur Pulau Jawa memuncak seiring dengan meningkatnya antrean kendaraan di Pelabuhan Jangkar, Situbondo. Titik penyeberangan yang biasanya relatif sepi itu kini dipadati truk-truk logistik yang menunggu giliran menyeberang ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. Lonjakan tersebut bukan tanpa sebab. Pembatasan operasional kapal di lintasan Ketapang–Gilimanuk telah memicu efek domino pada jalur-jalur alternatif, salah satunya Pelabuhan Jangkar.

Pantauan terkini menunjukkan, pelabuhan yang terletak di ujung timur laut Kabupaten Situbondo itu kini menjadi simpul baru kemacetan logistik. Jalur nasional Pantura yang melewati Situbondo menuju Banyuwangi pun terdampak, menyusul semakin banyaknya kendaraan berat yang berusaha menghindari penyeberangan Ketapang yang padat.

Kondisi ini diperkuat oleh imbauan aparat kepolisian kepada para pengemudi truk untuk menggunakan Pelabuhan Jangkar sebagai alternatif perjalanan ke Lombok. Namun, imbauan tersebut tidak diiringi dengan kesiapan infrastruktur dan armada yang memadai.

Baca Juga

ESDM Serap Masukan Soal Kebijakan Harga LPG

“Antrean saat ini lebih banyak setelah adanya imbauan dari kepolisian kepada para pengemudi truk yang hendak menyeberang ke Lembar (Lombok) untuk melewati Pelabuhan Jangkar,” ujar Supervisor ASDP Penanggung Jawab Pelabuhan Jangkar, Slamet, saat ditemui di Situbondo pada Jumat.

Menurut Slamet, situasi ini terjadi menyusul pemeriksaan ketat yang dilakukan regulator terhadap aspek keselamatan pelayaran di lintasan Ketapang–Gilimanuk. Pemeriksaan tersebut mengakibatkan pembatasan operasional kapal, yang kemudian menghambat arus logistik dari Jawa menuju Bali dan Nusa Tenggara.

Untuk mengurai kepadatan di Ketapang, sebagian besar pengemudi truk diarahkan ke Pelabuhan Jangkar. Namun, pelabuhan ini hanya dilayani oleh satu unit kapal yang melayani lintasan Jangkar–Lembar.

“Satu armada kapal rute Jangkar–Lembar yang beraksi memerlukan 40 jam untuk mampu kembali ke Pelabuhan Jangkar, lantaran perjalanan menuju Pelabuhan Lembar butuh waktu sekitar 14 jam dan bongkar muat memerlukan waktu 6 jam,” jelas Slamet.

Waktu tempuh yang panjang tersebut menyebabkan rotasi kapal sangat lambat. Akibatnya, antrean truk yang ingin menyeberang terus menumpuk. Slamet mengakui bahwa dengan hanya satu kapal, kapasitas layanan sangat tidak sebanding dengan permintaan yang melonjak tajam.

Dalam situasi normal, Pelabuhan Jangkar memang tidak dirancang untuk melayani lonjakan logistik dalam jumlah besar. Infrastruktur terminal, area tunggu kendaraan, hingga kapasitas dermaga belum dirancang untuk kondisi darurat seperti sekarang.

Slamet menambahkan, pihaknya berharap segera ada penambahan armada kapal untuk rute ini. Dengan bertambahnya kapal, waktu tunggu kendaraan bisa ditekan dan distribusi logistik dapat kembali lancar.

Kemacetan yang terjadi bukan hanya berdampak pada pengemudi, tetapi juga mengganggu distribusi barang-barang kebutuhan pokok, material industri, hingga pasokan lintas pulau yang sangat tergantung pada jalur laut ini.

Selama sepekan terakhir, jalur Pantura Situbondo–Banyuwangi menjadi rute favorit kendaraan berat yang berusaha menghindari penumpukan di Pelabuhan Ketapang. Namun, karena infrastruktur Jangkar tidak mampu menyerap volume kendaraan yang tinggi, justru terjadi penyempitan jalur dan kemacetan semakin meluas ke kawasan darat.

Efek dari kemacetan ini juga berdampak ke wilayah hinterland lainnya. Pengusaha logistik mengeluhkan keterlambatan distribusi, meningkatnya biaya operasional karena truk harus menunggu berhari-hari, serta risiko kerusakan barang akibat waktu pengiriman yang terlalu lama.

Kondisi ini mencerminkan pentingnya koordinasi lintas sektor antara otoritas pelabuhan, penyedia jasa pelayaran, dan regulator. Ketika satu titik pelabuhan mengalami hambatan, perlu ada skenario darurat yang bisa langsung diterapkan pada pelabuhan alternatif seperti Jangkar. Tanpa skenario tersebut, beban akan menumpuk, dan sektor logistik nasional menjadi korban.

Krisis ini juga menyoroti pentingnya keberadaan pelabuhan sekunder yang memiliki kapasitas cadangan. Pembangunan dan perencanaan pelabuhan alternatif harus menjadi bagian dari strategi nasional dalam menghadapi lonjakan mendadak arus logistik. Pelabuhan Jangkar sebagai salah satu simpul penyeberangan antarpulau harus diperhitungkan lebih serius, terutama dalam konteks distribusi lintas Jawa–Nusa Tenggara.

Sementara itu, para pengemudi truk hanya bisa menunggu kepastian dan berharap ada penanganan cepat dari pihak berwenang. Dalam dunia logistik, kecepatan dan efisiensi adalah segalanya. Semakin lama antrean dibiarkan, semakin besar kerugian yang harus ditanggung pelaku usaha.

Slamet berharap, koordinasi dari pihak terkait bisa segera membuahkan solusi konkret. Penambahan kapal menjadi tuntutan mendesak, sebelum antrean semakin panjang dan dampaknya menjalar ke sektor lain.

“Kami berharap ada penambahan kapal secepatnya untuk rute Jangkar–Lembar agar antrean truk yang saat ini mengular bisa segera terurai,” tutup Slamet.

Sindi

Sindi

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Jadwal Kapal Pelni Makassar Balikpapan Terbaru Agustus 2025

Jadwal Kapal Pelni Makassar Balikpapan Terbaru Agustus 2025

Hutama Karya Kerjakan Perbaikan Tol Padang Sicincin

Hutama Karya Kerjakan Perbaikan Tol Padang Sicincin

KAI Bantu Teknologi Air Bersih untuk Grobogan

KAI Bantu Teknologi Air Bersih untuk Grobogan

Akses Pasar UMKM Diperluas Rumah BUMN

Akses Pasar UMKM Diperluas Rumah BUMN

Danantara Perkuat Investasi Nasional Demi Masa Depan Indonesia

Danantara Perkuat Investasi Nasional Demi Masa Depan Indonesia