JAKARTA - Upaya digitalisasi penyaluran bantuan sosial di Indonesia semakin nyata. Bank Indonesia menyiapkan identitas pembayaran unik bernama Payment ID yang dirancang untuk meningkatkan ketepatan penerima bansos. Sistem ini akan mulai diuji coba pada pertengahan Agustus mendatang, diawasi ketat untuk menjaga perlindungan data pribadi.
Digitalisasi dalam sistem keuangan nasional kembali memasuki babak baru. Bank Indonesia (BI) tengah menyiapkan tahapan uji coba atas Payment ID, sebuah inisiatif identitas pembayaran yang akan diuji pertama kali dalam penyaluran bantuan sosial nontunai. Langkah ini merupakan bagian dari transformasi sistem pembayaran nasional yang lebih inklusif, akurat, dan berbasis data.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, menjelaskan bahwa Payment ID masih berada pada tahap uji coba terbatas. Penerapannya difokuskan hanya untuk satu kasus penggunaan awal, yaitu peningkatan akurasi penyaluran bansos.
“Saat ini Payment ID masih dalam tahap uji coba atau eksperimentasi untuk dapat digunakan pada satu use case tertentu saja yaitu membantu akurasi penyaluran bantuan sosial nontunai, yang akan dimulai prosesnya di 17 Agustus,” ungkap Dicky di Jakarta.
Bank Indonesia Bakal Uji Coba Payment ID untuk Penyaluran Bansos
Dicky menegaskan bahwa pengembangan sistem dan infrastruktur Payment ID bukanlah proyek jangka pendek. BI memproyeksikan bahwa proses ini akan memakan waktu bertahun-tahun ke depan, mengingat kompleksitas sistem serta keterlibatan lintas lembaga.
Adapun akses terhadap Payment ID sangat terbatas. Penggunaannya hanya diizinkan untuk otoritas yang memiliki kewenangan hukum, dan itu pun tetap harus melalui persetujuan dari individu pemilik data. Skema ini disebut sebagai private consent based, yang sepenuhnya mengikuti ketentuan perlindungan data yang berlaku.
“Oleh karenanya, pengembangan dan penggunaan data Payment ID dilindungi dan tunduk sepenuhnya pada kerahasiaan data individu sebagaimana diatur dalam UU PDP,” tegas Dicky, merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang kini menjadi dasar regulatif di sektor digital nasional.
Payment ID sendiri bukan sistem yang dimaksudkan untuk menggantikan layanan informasi keuangan lain seperti Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik OJK. Sebaliknya, Dicky menyebutkan bahwa sistem ini dapat melengkapi dan memperkuat analisis dalam penyaluran pembiayaan, khususnya dari sisi sektor keuangan yang lebih formal.
Dirancang untuk Mengonsolidasikan Identitas Keuangan Nasabah
Sebelumnya, informasi mengenai Payment ID telah disampaikan oleh Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dudi Dermawan Saputra, pada acara Editor’s Briefing yang berlangsung di Nusa Tenggara Timur. Dudi menekankan bahwa sistem ini merupakan bagian dari cetak biru sistem pembayaran Indonesia ke depan, yang tertuang dalam dokumen Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.
Payment ID sendiri merupakan identitas unik sepanjang sembilan karakter, yang diturunkan dari data kependudukan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Tujuannya adalah untuk mengonsolidasikan seluruh informasi keuangan seseorang dalam satu titik identitas. Hal ini mencakup akun perbankan, dompet digital (e-wallet), dan mungkin juga kanal pembayaran lainnya.
Dengan adanya Payment ID, lembaga keuangan berwenang dapat memperoleh pemahaman lebih mendalam terhadap profil finansial nasabah. Namun, hal ini hanya dapat dilakukan jika pemilik data memberikan izin secara aktif melalui sistem yang disiapkan.
Akses terhadap data tersebut harus melalui prosedur ketat. Lembaga keuangan atau pihak ketiga harus terlebih dahulu mengajukan permintaan lewat sistem Infrastructure Exchange Application (IAEA) milik BI. Setelah itu, BI akan mengirimkan notifikasi kepada pemilik data untuk meminta persetujuan eksplisit.
Jika permintaan tersebut disetujui oleh pemilik data, barulah lembaga tersebut dapat memperoleh akses ke sejumlah informasi penting seperti riwayat transaksi (payment history) dan profil nasabah. Data tersebut tetap tidak boleh dibagikan lebih lanjut tanpa persetujuan tambahan dan tetap di bawah pengawasan ketat BI.
Kerja Sama Lintas Lembaga untuk Verifikasi dan Validasi Data
Keamanan dan validitas data menjadi aspek penting dalam pengembangan Payment ID. Karena itu, BI bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) untuk memastikan bahwa seluruh informasi berbasis NIK yang digunakan benar-benar valid.
Selain itu, pemadanan informasi sosial dan ekonomi dilakukan dengan menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS) dalam kerangka sistem Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Sistem ini berperan penting dalam verifikasi silang antara data kependudukan dan status sosial ekonomi masyarakat yang menjadi penerima bantuan.
Dengan pendekatan lintas lembaga dan penggunaan sistem identitas tunggal berbasis NIK, diharapkan penyaluran bansos dapat dilakukan secara lebih akurat dan efisien. Langkah ini sekaligus menandai awal transformasi lebih besar di sektor sistem pembayaran dan distribusi subsidi pemerintah.
Dorongan Inovasi Berbasis Data dan Izin Pribadi
Meski baru berada dalam fase awal, uji coba Payment ID menunjukkan arah kebijakan digitalisasi pemerintah yang makin berpihak pada akurasi, efisiensi, dan perlindungan hak individu. Pendekatan berbasis izin pengguna (consent-based) menjadi prinsip utama dalam tata kelola sistem ini.
Jika terbukti sukses dalam penyaluran bansos, Payment ID ke depan berpotensi untuk diperluas ke sektor lain seperti penyaluran kredit mikro, subsidi energi, atau pengelolaan data keuangan publik.
Langkah BI ini menunjukkan komitmen pada era baru sistem pembayaran nasional, dengan tata kelola data yang lebih terintegrasi dan akuntabel tanpa mengabaikan perlindungan hak atas data pribadi masyarakat.