
JAKARTA - Pemerintah menjadikan kesepakatan dagang resiprokal dengan Amerika Serikat (AS) sebagai momentum untuk mempercepat pelaksanaan reformasi kebijakan nasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kerja sama perdagangan ini harus diiringi dengan langkah nyata dalam menghapus hambatan investasi dan perdagangan melalui deregulasi.
Menurut Sri Mulyani, kebijakan deregulasi sangat diperlukan dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kompetitif dan efisien. Selain itu, pemerintah juga terus mendorong reformasi perpajakan dan kepabeanan guna meningkatkan daya saing nasional. “Pemerintah akan terus melakukan reform perpajakan dan kepabeanan, termasuk opsi penyesuaian tarif,” ujarnya, Selasa, 29 Juli 2025.
Dalam kesepakatan tersebut, AS menyatakan kesediaannya menurunkan bea masuk terhadap produk asal Indonesia, dari sebelumnya sebesar 32% menjadi 19%. Penurunan ini memberikan keunggulan tarif yang kompetitif jika dibandingkan dengan negara-negara lain, dan dipandang sebagai dorongan positif terhadap ekspor Indonesia, khususnya produk tekstil, alas kaki, serta furnitur.
Baca Juga
Demi mengimbangi fasilitas yang diberikan, Indonesia menyatakan komitmen untuk menghapus sejumlah hambatan nontarif yang selama ini dinilai menghambat arus perdagangan. Sri Mulyani menjelaskan bahwa sebagai tindak lanjut dari komitmen ini, pemerintah akan mengambil langkah deregulasi yang menyasar sektor perdagangan dan investasi.
Beberapa upaya percepatan yang akan dilakukan di antaranya adalah penetapan tarif perlindungan yang sebelumnya memakan waktu hingga 40 hari, kini dipersingkat menjadi hanya 14 hari kerja. Langkah ini bertujuan untuk memberikan perlindungan lebih cepat kepada industri dalam negeri, sekaligus mempercepat respons terhadap dinamika pasar global.
Selain itu, pemerintah juga akan mengintegrasikan sistem pengawasan melalui kepabeanan dengan sistem CEISA (Customs-Excise Information System and Automation). Integrasi ini diyakini dapat mempercepat proses kepabeanan, meningkatkan transparansi, serta menurunkan biaya logistik yang selama ini menjadi beban pelaku usaha.
Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan deregulasi dan integrasi sistem ini akan menjadi bagian dari kerangka reformasi struktural yang lebih luas. Pemerintah menargetkan bahwa dengan percepatan tersebut, tidak hanya ekspor yang meningkat, tetapi juga investasi asing akan semakin tertarik untuk masuk ke Indonesia.
“Situasi yang terjadi akan terus menjadi bahan bagi pemerintah dalam mempercepat dan memperluas deregulasi yang menghambat perdagangan dan investasi,” jelasnya.
Dalam konteks global yang penuh ketidakpastian, pemerintah menyadari pentingnya kesiapan domestik dalam merespons perubahan eksternal. Kerja sama perdagangan seperti yang dijalin dengan AS menjadi strategi penting untuk memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional. Namun, keberhasilan dari kesepakatan tersebut sangat bergantung pada kemampuan dalam negeri dalam mengimplementasikan kebijakan yang proaktif dan akomodatif.
Sri Mulyani menambahkan bahwa pemerintah tidak hanya berfokus pada sisi tarif dan bea masuk, melainkan juga pada penataan ulang regulasi yang selama ini menimbulkan kerumitan administrasi. Penyesuaian kebijakan akan terus dilakukan agar sesuai dengan praktik perdagangan internasional dan kebutuhan pasar.
Kolaborasi antar kementerian dan lembaga juga menjadi prioritas dalam merealisasikan deregulasi yang menyeluruh. Dalam hal ini, sinergi antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, serta lembaga teknis lainnya menjadi sangat penting. Pemerintah juga akan terus melibatkan pelaku usaha dalam proses perumusan kebijakan, agar setiap regulasi yang dihasilkan benar-benar menjawab kebutuhan di lapangan.
Dari sisi pelaku usaha, langkah deregulasi dan reformasi ini diharapkan mampu mengurangi hambatan birokrasi, meningkatkan efisiensi operasional, serta membuka akses lebih luas ke pasar global. Pemerintah melihat bahwa partisipasi sektor swasta sangat diperlukan dalam mewujudkan sistem perdagangan yang lebih terbuka dan kompetitif.
Dengan pendekatan yang lebih terbuka dan kolaboratif, pemerintah berharap dapat mengubah tantangan global menjadi peluang pertumbuhan ekonomi nasional. Kesepakatan tarif dengan AS menjadi contoh bagaimana diplomasi ekonomi, jika dibarengi reformasi domestik yang cepat dan tepat sasaran, mampu mendorong transformasi struktural yang signifikan.
Sri Mulyani menyatakan bahwa komitmen pemerintah dalam menjalankan reformasi tidak hanya ditujukan untuk memperkuat neraca perdagangan, tetapi juga menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan. Dengan adanya kesepakatan seperti ini, reformasi akan terus dilanjutkan agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dengan semangat tersebut, pemerintah Indonesia siap melangkah lebih cepat dalam menghapus hambatan-hambatan yang selama ini menghambat laju ekonomi nasional. Reformasi dan deregulasi yang dilakukan tidak hanya bertujuan merespons kerja sama dengan negara mitra, tetapi juga menjadi fondasi bagi pertumbuhan jangka panjang yang stabil dan berkualitas.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
2.
Kolaborasi IPB NUS Dorong Transformasi Sistem Pangan
- 29 Juli 2025
3.
MIND ID Targetkan Produksi Aluminium 900 Ribu Ton
- 29 Juli 2025
4.
Danantara Siap Luncurkan Holding Investasi BUMN
- 29 Juli 2025