
JAKARTA - Isu perubahan iklim yang semakin mendesak tidak lagi hanya menjadi agenda global. Negara-negara dengan ekonomi berkembang, termasuk Indonesia, mulai menyadari bahwa transisi energi dan pengendalian perubahan iklim adalah bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional. Lebih dari sekadar komitmen lingkungan, transisi energi kini menjadi fondasi strategis untuk mewujudkan kedaulatan ekonomi dan ketahanan nasional di berbagai sektor penting.
Sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya alam besar dan keanekaragaman hayati tinggi, Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis dalam upaya global menurunkan emisi karbon. Namun demikian, tantangan besar tetap ada: dari ketergantungan terhadap energi fosil, kebutuhan investasi dan teknologi, hingga perlunya keadilan sosial dalam pelaksanaan kebijakan energi hijau. Pemerintah Indonesia melihat hal ini bukan sebagai hambatan, melainkan peluang menuju arah pembangunan yang lebih berkelanjutan.
Sudut pandang ini ditegaskan secara langsung dalam forum strategis internasional baru-baru ini, di mana Indonesia menunjukkan arah baru kebijakan nasional yang lebih terintegrasi dengan agenda iklim dunia.
Baca Juga
Indonesia Jadikan Transisi Energi dan Iklim sebagai Prioritas Nasional
Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya dalam transisi energi dan penanganan perubahan iklim sebagai agenda strategis nasional.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, dalam Indonesia Net-Zero Summit menekankan bahwa isu ini bukan hanya tanggung jawab global, tetapi juga kunci mencapai kedaulatan pangan, ekonomi, dan pembangunan berkelanjutan.
Zulkifli menyoroti ancaman nyata perubahan iklim terhadap ketahanan pangan, termasuk cuaca ekstrem yang berpotensi memaksa Indonesia terus mengimpor beras.
Namun, ia menegaskan transisi energi justru membuka peluang baru. “Ini bukan beban, melainkan jalan menuju kemandirian ekonomi dan lingkungan,” ujarnya.
Meski berkomitmen, Indonesia membutuhkan dukungan finansial dan teknologi dari mitra internasional. Zulkifli mendorong COP30 di Brasil menjadi forum konkret untuk kolaborasi global, dengan prinsip keadilan sosial.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya pasar karbon sukarela untuk mendanai solusi berbasis alam, mengingat potensi Indonesia mencapai 1,5 gigaton CO2 per tahun masih belum tergarap optimal.
Bukti nyata komitmen Indonesia antara lain penurunan deforestasi ke level terendah dalam 20 tahun, restorasi 600 ribu hektare mangrove, dan peningkatan energi terbarukan seperti PLTS dan PLTB, terutama di Indonesia Timur.
Capaian pengurangan emisi 36,7% juga menunjukkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan target iklim.
Pemerintah akan memperkuat strategi melalui Enhanced NDC dan Second NDC, dengan fokus pada sektor pangan, kehutanan, dan energi. Langkah ini menegaskan posisi Indonesia sebagai pemimpin transisi energi berkeadilan di kawasan.
Komitmen Iklim Indonesia, Antara Tantangan dan Arah Baru
Langkah Indonesia yang menempatkan perubahan iklim dan transisi energi sebagai prioritas strategis bukanlah tanpa alasan. Krisis iklim telah berdampak langsung pada sektor-sektor vital seperti pangan dan air, serta mengancam keseimbangan ekosistem yang menopang kehidupan jutaan masyarakat. Dalam konteks ini, pendekatan nasional yang terintegrasi menjadi semakin relevan dan mendesak.
Apa yang disampaikan Zulkifli Hasan mencerminkan realitas bahwa krisis iklim bukan hanya soal lingkungan, tapi telah menjadi persoalan ekonomi dan sosial. Ketika ketahanan pangan terganggu oleh cuaca ekstrem, maka konsekuensinya bukan sekadar impor beras, tetapi juga potensi konflik distribusi dan kenaikan harga bahan pokok.
Namun, pernyataan bahwa transisi energi justru membuka jalan menuju kemandirian ekonomi menjadi sinyal penting. Pemerintah melihat peluang besar dalam pengembangan energi terbarukan, yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru, memperluas akses listrik di daerah terpencil, dan mengurangi ketergantungan terhadap energi impor.
Peluang dari Pasar Karbon dan Inovasi Finansial
Salah satu hal penting yang disorot dalam pernyataan pemerintah adalah pengembangan pasar karbon sukarela. Ini menjadi instrumen potensial dalam pendanaan iklim, di mana perusahaan atau negara dapat membeli kredit karbon dari proyek konservasi atau energi bersih. Indonesia, dengan kapasitas penyimpanan karbon besar seperti hutan tropis dan lahan gambut, memiliki modal alamiah untuk menjadi pemain utama dalam pasar ini.
Dengan potensi penyerapan karbon sebesar 1,5 gigaton CO2 per tahun, peluang Indonesia untuk mendapatkan pendanaan alternatif terbuka lebar. Namun, dibutuhkan kejelasan regulasi, transparansi pelaporan, serta partisipasi masyarakat lokal agar mekanisme ini benar-benar adil dan berdampak.
Menjadi Contoh dalam Aksi Iklim Regional
Komitmen Indonesia semakin nyata melalui capaian konkret. Penurunan angka deforestasi ke tingkat terendah dalam dua dekade menunjukkan bahwa reformasi tata kelola hutan berjalan pada jalur yang positif. Restorasi ratusan ribu hektare mangrove memperkuat garis pantai, melindungi komunitas pesisir, serta meningkatkan kemampuan penyimpanan karbon.
Di sektor energi, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan tenaga bayu mulai mendapat prioritas, terutama di kawasan Indonesia Timur yang memiliki potensi besar namun minim akses. Inisiatif ini memperlihatkan bagaimana transisi energi bisa berjalan berdampingan dengan pemerataan pembangunan.
Pengurangan emisi sebesar 36,7% juga memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak harus mengorbankan tujuan iklim. Hal ini menjadi bukti bahwa pembangunan rendah karbon bukanlah retorika, tetapi bisa diwujudkan dengan strategi yang tepat.
Menuju Pemimpin Transisi Energi Berkeadilan
Rencana untuk memperkuat strategi melalui Enhanced Nationally Determined Contributions (NDC) dan dokumen Second NDC menunjukkan langkah serius pemerintah. Fokus pada sektor pangan, kehutanan, dan energi menggarisbawahi pemahaman bahwa adaptasi dan mitigasi harus dilakukan secara menyeluruh dan lintas sektor.
Posisi Indonesia yang ingin menjadi pemimpin transisi energi berkeadilan di kawasan bukanlah ambisi kosong. Dengan sumber daya alam yang besar, keragaman hayati yang tinggi, serta kebijakan iklim yang mulai matang, Indonesia memiliki semua elemen untuk menjadi pelopor perubahan. Namun, keberhasilan ini tetap bergantung pada keberlanjutan komitmen politik, partisipasi masyarakat, serta dukungan dari komunitas internasional.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
2.
Kolaborasi IPB NUS Dorong Transformasi Sistem Pangan
- 29 Juli 2025
3.
MIND ID Targetkan Produksi Aluminium 900 Ribu Ton
- 29 Juli 2025
4.
Danantara Siap Luncurkan Holding Investasi BUMN
- 29 Juli 2025