
JAKARTA - Di tengah perkembangan teknologi yang semakin cepat, penggunaan gadget oleh anak menjadi hal yang tak terhindarkan. Mulai dari balita hingga remaja, paparan terhadap layar gawai sudah menjadi bagian dari keseharian. Namun, tanpa pengawasan dan pemahaman yang baik, hal ini justru bisa membawa dampak negatif terhadap tumbuh kembang anak.
Melihat kondisi tersebut, peran orangtua sangat krusial dalam mendampingi anak saat bersentuhan dengan dunia digital. Pendekatan yang tepat bisa membantu anak menggunakan teknologi secara bijak, sambil tetap menjaga kebutuhan perkembangan mereka di usia dini.
Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI), Shofa Nisrina Luthfiyani, memberikan panduan khusus bagi para orangtua agar anak-anak tidak terjebak dalam penggunaan gadget yang tidak sehat. Rekomendasi ini disampaikan sebagai bentuk edukasi untuk menciptakan generasi yang lebih siap menghadapi tantangan era digital tanpa mengorbankan tumbuh kembang fisik maupun mental mereka.
Baca Juga
Batasan Akses Sesuai Usia Anak
Dalam penjelasannya, Shofa menyampaikan bahwa rekomendasi penggunaan gadget harus disesuaikan dengan usia anak. Berdasarkan acuan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak usia 0–2 tahun sama sekali tidak disarankan untuk bersentuhan dengan gadget. Hal ini ditekankan untuk menghindari gangguan perkembangan bahasa yang bisa timbul akibat kurangnya interaksi langsung dengan lingkungan sekitar.
"Kalau anjuran dari IDAI itu, screen time (waktu terpapar gadget) itu sampai usia 2 tahun, itu tidak boleh sama sekali karena takutnya mengganggu perkembangan bahasa," ujar Shofa, dikutip Jumat, 25 Juli 2025.
Bagi anak usia 2–5 tahun, akses terhadap gadget mulai bisa diberikan, namun tetap dengan pengawasan ketat. Menurut Shofa, pada rentang usia ini, screen time dibatasi maksimal satu jam per hari. Yang terpenting, anak tidak boleh memegang perangkat gadget sendiri. Perlu pendampingan dan kontrol penuh dari orangtua selama anak berinteraksi dengan layar.
“Untuk 2–5 tahun itu maksimal satu jam dalam sehari dan itu harus diawasi. Tidak boleh anak memegang gadget milik sendiri,” lanjutnya.
Menjaga Keseimbangan Aktivitas Anak
Selain memberikan batasan waktu, orangtua juga harus memastikan bahwa anak tetap menjalankan aktivitas penting lainnya, seperti bermain fisik, bersosialisasi langsung, dan mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Gadget seharusnya tidak menjadi pengganti interaksi dan aktivitas yang menunjang perkembangan anak.
“Pengawasan yang tepat saat mengakses gadget oleh orangtua juga menjadi cara untuk mengarahkan anak agar tetap bisa menjalani aktivitas lainnya seperti bermain, yang memang menjadi kebutuhan aktivitas harian penting di usia tumbuh kembang anak,” jelas Shofa.
Seringkali, orangtua memberikan gadget sebagai cara mudah untuk menenangkan anak. Namun, membiarkan anak mengeksplorasi ruang digital sendirian justru bisa memicu dampak negatif, baik dari segi kebiasaan, fisik, hingga psikologis.
Risiko jika Anak Tidak Diawasi Saat Bermain Gadget
Shofa mengungkapkan bahwa kurangnya pengawasan dapat menyebabkan berbagai gangguan pada anak. Misalnya, anak menjadi terlalu fokus pada layar sehingga melupakan waktu makan, atau mengalami penurunan aktivitas fisik yang signifikan.
"Kalau tidak diawasi biasanya anaknya bisa mengalami gangguan, misalnya jadi punya pola hidup sedenter. Terlalu banyak tiduran, hanya mau nonton dan main gim. Akhirnya anak kurang aktivitas fisiknya, nutrisinya juga bisa terganggu, atau bahkan anak jadi obesitas dan perkembangannya jadi terganggu," paparnya.
Gaya hidup sedenter yang ditandai dengan kurang gerak, lebih banyak duduk atau berbaring dapat berdampak jangka panjang. Anak bukan hanya berisiko mengalami obesitas, tapi juga bisa mengalami hambatan dalam perkembangan motorik dan kemampuan sosial.
Pemerintah Dorong Pengawasan Lewat Kebijakan
Sejalan dengan rekomendasi dari para dokter anak, pemerintah juga mengambil langkah konkret untuk melindungi anak dalam ruang digital. Salah satunya melalui kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas).
Kebijakan ini bertujuan menciptakan ruang digital yang lebih aman dan ramah anak. Pemerintah mendorong keterlibatan orangtua dalam mengawasi aktivitas anak-anak yang masih di bawah usia 17 tahun saat menggunakan gadget.
Tujuannya jelas: anak tetap bisa mendapatkan manfaat dari teknologi, tanpa kehilangan momen penting dalam proses tumbuh kembangnya. Orangtua diharapkan tidak sekadar menjadi pengamat, tetapi juga aktif terlibat dan menjadi pembimbing utama anak dalam berinteraksi dengan dunia digital.
Gadget Bukan Musuh, Tapi Perlu Pendampingan
Di era digital, gadget memang tak bisa dijauhkan sepenuhnya dari kehidupan anak. Namun, bukan berarti harus diberikan secara bebas tanpa kendali. Pendampingan dari orangtua adalah kunci utama agar anak bisa memanfaatkan teknologi secara optimal dan aman.
Mulai dari membatasi waktu penggunaan, memilih konten yang sesuai, hingga memastikan anak tetap aktif secara fisik, semua hal itu membutuhkan peran aktif dari keluarga. Dengan cara ini, anak bisa tetap menikmati dunia digital tanpa mengorbankan kesehatannya.
Rekomendasi dari para ahli seperti Shofa Nisrina Luthfiyani menjadi pengingat bahwa dampak gadget tidak hanya terlihat secara fisik, tapi juga menyentuh aspek mental dan sosial. Maka, mendampingi anak bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan di tengah derasnya arus digital.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Pemerintah Tambah Kuota KPR Subsidi 2025
- 29 Juli 2025
2.
Asuransi Syariah Dorong Tumbuhnya Industri Halal
- 29 Juli 2025
3.
IHSG Optimis Lanjut Menguat, Cermati Saham Ini
- 29 Juli 2025
4.
5.
Mobil Listrik MG, Ini Daftar Harganya Juli 2025
- 29 Juli 2025