
JAKARTA - Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah strategis dengan menunda penerapan ketentuan baru yang mengatur nasabah harus membayar 10 persen klaim asuransi kesehatan. Penundaan ini menandai upaya untuk menyempurnakan regulasi agar dapat menguatkan ekosistem asuransi kesehatan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Penundaan tersebut terkait dengan Surat Edaran (SE) OJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan (SEOJK 7/2025) yang semula dijadwalkan berlaku efektif mulai 1 Januari 2026. Namun, OJK memutuskan untuk meninjau ulang ketentuan tersebut dan mengalihkannya ke dalam Peraturan OJK (POJK) yang proses penyusunannya tengah dilakukan.
Keputusan ini muncul sebagai tindak lanjut dari Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama OJK. Komisi XI menilai bahwa pengaturan co-payment perlu mendapatkan dasar hukum yang lebih kuat dan cakupan pengaturan yang komprehensif agar semua pihak dalam ekosistem asuransi kesehatan dapat mendapatkan perlindungan dan manfaat secara optimal.
Baca Juga
Menurut keterangan resmi OJK, POJK yang akan disusun ini diharapkan dapat menerapkan tata kelola dan prinsip kehati-hatian secara lebih baik dalam penyelenggaraan produk asuransi kesehatan. Dengan demikian, aturan tersebut diharapkan tidak hanya memperkuat industri asuransi, tetapi juga memberikan perlindungan yang adil dan transparan bagi masyarakat, perusahaan asuransi, dan fasilitas layanan kesehatan.
Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, menyampaikan bahwa rapat tersebut merupakan bagian dari upaya Komisi XI dalam menyerap aspirasi berbagai pihak yang berkepentingan, agar pengaturan produk asuransi kesehatan dapat berjalan sesuai kebutuhan dan kondisi di lapangan.
Menyikapi keputusan tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan bahwa pihaknya memahami dan menyetujui hasil rapat tersebut, menandai kesepakatan antara OJK dan Komisi XI DPR RI mengenai penundaan aturan co-payment.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa penundaan tersebut mengikuti masukan dari DPR, namun ia menegaskan pentingnya kebijakan ini sebagai langkah memperbaiki ekosistem asuransi kesehatan di Indonesia.
Menurut Ogi, klaim rasio asuransi kesehatan saat ini sudah mendekati 100 persen bahkan jika ditambah biaya operasional (OPEX), nilainya sudah lebih tinggi. Hal ini menyebabkan kenaikan premi asuransi kesehatan yang mencapai lebih dari 40 persen pada tahun sebelumnya. Oleh karena itu, co-payment dipandang sebagai salah satu solusi untuk menjaga keberlanjutan industri asuransi kesehatan.
Dengan penundaan ini, OJK berkomitmen untuk terus memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan agar regulasi yang diterapkan benar-benar efektif dan mampu menciptakan ekosistem asuransi kesehatan yang sehat, adil, dan berkelanjutan.
Langkah OJK ini menjadi penting untuk memastikan bahwa kebijakan asuransi kesehatan tidak hanya mengutamakan keberlangsungan industri, tetapi juga memperhatikan kepentingan dan perlindungan konsumen, terutama masyarakat sebagai pemegang polis.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
IndoBeauty Expo 2025 Wadah Inovasi Kecantikan
- 04 Agustus 2025
2.
Harga BYD Atto 1 Indonesia Paling Kompetitif Global
- 04 Agustus 2025
3.
Acer Day 2025 Hadirkan Teknologi dan Diskon Menarik
- 04 Agustus 2025
4.
Olahraga Rutin Ini Bikin Tubuh Awet Muda
- 04 Agustus 2025