Harga Minyak Turun, Negara Konsumen Bisa Lebih Hemat

Harga Minyak Turun, Negara Konsumen Bisa Lebih Hemat
Harga Minyak Turun, Negara Konsumen Bisa Lebih Hemat

JAKARTA - Pasar energi global kembali terguncang akibat melemahnya harga minyak mentah dunia. Penurunan ini menjadi sorotan penting dalam dinamika ekonomi internasional karena mencerminkan ketidakpastian prospek permintaan global yang semakin mencemaskan. Seiring dengan gejolak geopolitik dan ketegangan dagang yang kian memanas, harga minyak dunia tertekan dalam beberapa hari terakhir.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa pelaku pasar semakin khawatir terhadap beragam faktor eksternal yang berpotensi menekan konsumsi energi secara global. Kekhawatiran tersebut mendorong pergerakan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) masuk kembali ke zona bearish, atau melemah dalam jangka menengah hingga panjang.

Pada perdagangan Senin, 21 Juli 2025, harga minyak WTI ditutup turun sebesar 14 sen atau sekitar 0,2 persen, menetap di level USD67,20 per barel. Koreksi harga berlanjut pada Selasa pagi, 22 Juli 2025, di mana WTI turun lebih lanjut ke level USD66,99 per barel atau melemah sekitar 0,31 persen. Sementara itu, kontrak aktif pengiriman untuk bulan September terkoreksi sebesar 23 sen dan berada di angka USD65,72 per barel.

Baca Juga

Petani Blora Raup Miliaran dari Kelengkeng di Lahan Waduk

Analis pasar energi dari Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, menjelaskan bahwa pelemahan harga ini bukanlah fenomena sesaat. Menurutnya, ada beberapa faktor utama yang memicu tren ini, salah satunya adalah kebijakan sanksi baru yang diberlakukan oleh Uni Eropa terhadap minyak asal Rusia. Namun, sanksi tersebut dinilai tidak memberikan dampak signifikan terhadap total pasokan global.

"Potensi perang dagang ini memicu kekhawatiran investor akan melambatnya pertumbuhan ekonomi global, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan permintaan bahan bakar," ujar Andy dalam keterangan tertulis, Selasa, 22 Juli 2025.

Kekhawatiran semakin meningkat karena Amerika Serikat menyatakan kemungkinan akan mengenakan tarif hingga 30 persen atas berbagai impor dari Uni Eropa jika kesepakatan perdagangan tidak tercapai sebelum 1 Agustus mendatang. Di sisi lain, Uni Eropa juga tidak tinggal diam, bahkan dilaporkan sedang menyiapkan langkah balasan yang tidak kalah keras. Hal ini membuka potensi eskalasi ketegangan dalam waktu dekat, yang membuat pasar semakin berhati-hati.

Di luar persoalan perdagangan, sentimen negatif juga datang dari situasi geopolitik Timur Tengah. Gencatan senjata antara Israel dan Iran yang sempat meredakan ketegangan, telah resmi berakhir pada 24 Juni. Sebelumnya, kesepakatan tersebut dianggap mampu menenangkan pasar karena menurunkan risiko gangguan pasokan energi dari wilayah Timur Tengah.

Namun kini, dengan tidak adanya gencatan senjata, ancaman konflik kembali membayangi. Meski belum ada tanda langsung dari gangguan fisik terhadap distribusi minyak, pasar merespons kondisi ini dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi gangguan ke depan. Para pelaku pasar pun kini mengalihkan perhatian mereka dari risiko geopolitik ke kondisi pasokan global yang mulai menunjukkan tanda-tanda kelebihan.

Hal ini tercermin dari data terbaru yang diterbitkan oleh Joint Organizations Data Initiative (JODI), yang mencatat ekspor minyak mentah dari Arab Saudi pada bulan Mei mengalami lonjakan. Kenaikan ini bahkan mencatat rekor tertinggi dalam tiga bulan terakhir, menambah tekanan terhadap harga minyak yang telah tertekan oleh isu perdagangan dan ketidakpastian global lainnya.

Kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran bahwa pasar energi bisa mengalami kelebihan pasokan dalam waktu dekat jika permintaan global tidak segera pulih. Ketidakseimbangan ini bisa mengarah pada pelemahan harga minyak lebih lanjut dalam beberapa pekan ke depan.

Meski belum dapat dipastikan kapan harga akan kembali stabil, pelaku pasar dan investor terus mencermati perkembangan kebijakan ekonomi global serta data permintaan energi dari negara-negara besar. Reaksi cepat terhadap dinamika global kini menjadi kunci dalam mengantisipasi pergerakan harga komoditas utama seperti minyak mentah.

Di tengah ketidakpastian ini, beberapa analis tetap memproyeksikan adanya potensi pemulihan harga, meskipun dalam jangka pendek tren bearish tampaknya masih akan mendominasi. Faktor penentu lainnya adalah pertemuan-pertemuan tingkat tinggi antarnegara yang akan membahas isu-isu perdagangan dan energi, serta laporan ekonomi triwulanan dari negara-negara konsumen utama seperti Tiongkok, India, dan Amerika Serikat.

Selama tekanan ini berlangsung, investor disarankan untuk tetap waspada terhadap fluktuasi harga yang bisa terjadi sewaktu-waktu akibat pernyataan kebijakan atau kejadian geopolitik mendadak. Pasar minyak yang sangat sensitif terhadap isu-isu global memerlukan analisis yang cermat dan pengambilan keputusan yang hati-hati dalam menyikapi kondisi seperti saat ini.

Melihat dinamika tersebut, maka pelemahan harga minyak kali ini bukan sekadar penyesuaian jangka pendek, melainkan bagian dari tantangan struktural dalam pasar energi global yang sedang mengalami transisi. Ketidakpastian dari sisi pasokan, permintaan, hingga kebijakan politik menjadi elemen-elemen yang harus dipertimbangkan secara bersamaan dalam membaca arah tren harga ke depan.

Sindi

Sindi

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

KAI Permudah Perjalanan Tegal Semarang dengan Tarif Khusus

KAI Permudah Perjalanan Tegal Semarang dengan Tarif Khusus

Danantara Terima 18 Proyek Hilirisasi Energi

Danantara Terima 18 Proyek Hilirisasi Energi

Daftar BPJS Kesehatan Kini Bisa Lewat HP, Begini Tahapannya

Daftar BPJS Kesehatan Kini Bisa Lewat HP, Begini Tahapannya

Harga Sembako Jogja Selasa, 22 Juli 2025: Rawit Hijau Turun

Harga Sembako Jogja Selasa, 22 Juli 2025: Rawit Hijau Turun

Ramen Disukai Berbagai Kalangan, Khas Jepang Rasa Nusantara

Ramen Disukai Berbagai Kalangan, Khas Jepang Rasa Nusantara