Kecanduan Judi Online: Luka Trauma yang Tersembunyi di Balik Layar
JAKARTA - Kecanduan judi online kian menjadi perhatian serius di Indonesia. Di balik aktivitas yang terlihat seperti hiburan semata, banyak individu yang sebenarnya sedang berperang dengan trauma psikologis yang mendalam. Fenomena ini menunjukkan bahwa kecanduan judi bukan hanya soal ketagihan bermain, melainkan sebuah tanda bahwa seseorang tengah berusaha mengobati luka batin yang belum terselesaikan.
Psikiater Jiemi Ardian menjelaskan bahwa sebagian besar kasus kecanduan judi online bermula dari trauma yang ingin dilenyapkan oleh penderitanya dengan cara-cara ekstrem. “Sebagiannya itu karena trauma makanya dia kecanduan, berusaha mengisi kesenangan dengan cara ekstrem, berusaha mengisi kesenangan yang besar, yang kalau orang normal gak butuh intensitas kesenangan sebesar itu,” ungkapnya.
Trauma yang dimaksud di sini bukan sekadar peristiwa menyakitkan yang dialami di masa lalu, melainkan luka psikologis yang menimbulkan rasa tidak nyaman, kesepian, atau bahkan rasa hampa yang mendalam. Orang yang mengalami trauma tersebut cenderung mencari pelampiasan dengan cara yang intens demi mendapatkan rasa senang yang sementara. Judi online, dengan daya tariknya berupa sensasi kemenangan instan dan kemudahan akses, menjadi ‘pelarian’ yang mudah dan cepat untuk mengisi kekosongan emosional.
Baca JugaKecanduan Judi Online: Luka Trauma yang Tersembunyi di Balik Layar
Mengapa judi online? Selain menawarkan hiburan dan tantangan, platform ini memberikan sensasi adrenalin dan kebahagiaan singkat yang dicari oleh para korban trauma. “Orang dengan trauma membutuhkan suatu pelampiasan yang bisa membuatnya senang dengan intensitas yang besar, maka itu lebih mudah mengalami kecanduan karena memberikan akses kesenangan yang besar,” jelas Jiemi.
Namun, kecanduan ini bukan hanya berdampak pada individu saja. Jiemi menekankan bahwa trauma yang tidak diselesaikan dapat memicu perilaku lain yang merugikan seperti sikap kasar, temperamen tidak stabil, dan ketidakharmonisan dalam hubungan sosial. Bahkan saat seseorang berhenti berjudi, bukan berarti ia telah sembuh total dari trauma yang dialaminya. “Kita tidak bisa menganggap sembuh judi itu hanya sebatas abstinence atau berhentinya judi. Tapi berhentinya judi dan hilangnya gejala aneh-aneh yang lain atau gejala mengganggu yang lain, itu baru kita bisa sebut sebagai sembuh,” tegasnya.
Penting untuk dipahami bahwa berhenti berjudi hanyalah langkah awal dalam proses pemulihan. Seseorang harus melewati fase lebih panjang yaitu mengatasi trauma yang menjadi akar dari perilaku kecanduannya. Tanpa penanganan yang tepat, risiko kambuh dan gangguan psikologis lainnya tetap mengintai.
Lebih jauh lagi, dampak negatif kecanduan judi online tidak berhenti pada pelaku saja, tapi juga menjalar ke lingkungan sekitarnya. Fenomena secondary trauma atau trauma kedua dapat terjadi pada keluarga dan orang-orang terdekat. Mereka ikut merasakan tekanan, kekhawatiran, dan kekecewaan yang dapat memicu konflik dan stres dalam rumah tangga. Jiemi mengatakan, “Keluarga yang ‘tertular’ trauma tersebut menjadikan referensi judi online adalah hal yang buruk, dan nantinya bisa memicu kemarahan hanya dengan melihat konten judi online.”
Dampak yang meluas ini membuat penanganan kecanduan judi online menjadi tidak bisa dianggap remeh. Dibutuhkan pendekatan profesional yang tidak hanya mengatasi gejala kecanduan, tetapi juga menyembuhkan trauma psikologis yang mendasarinya. Kesadaran diri pelaku dan dukungan dari keluarga serta masyarakat menjadi kunci dalam proses pemulihan ini.
Kecanduan judi online juga sering kali beriringan dengan gangguan kesehatan mental lain seperti depresi dan kecemasan. Tekanan hidup yang terus menumpuk membuat korban sulit menemukan jalan keluar yang sehat, sehingga beralih ke judi sebagai pelarian. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat berujung pada permasalahan yang lebih kompleks dan bahkan mengancam keselamatan jiwa.
Masyarakat perlu lebih peka terhadap tanda-tanda kecanduan judi online yang selama ini sering kali tersembunyi. Banyak korban yang enggan membuka diri karena stigma negatif atau rasa malu. Oleh karena itu, kampanye edukasi tentang bahaya judi online dan pentingnya penyembuhan trauma harus terus digalakkan agar korban merasa didukung dan terbuka untuk mencari bantuan.
Selain itu, pemerintah dan institusi terkait juga perlu memperkuat regulasi dan menyediakan fasilitas rehabilitasi yang memadai. Program yang terintegrasi antara aspek medis, psikologis, dan sosial dapat memberikan penanganan menyeluruh bagi para korban.
Langkah preventif juga harus dilakukan sejak dini, terutama melalui pendidikan di lingkungan sekolah dan keluarga. Anak-anak dan remaja perlu diajarkan cara mengelola stres dan emosi agar tidak mudah terjerumus ke perilaku negatif seperti judi online. Keterlibatan lintas sektor sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan kondusif bagi generasi muda.
Dari perspektif psikiatri, penting untuk mengedepankan pemahaman bahwa kecanduan judi online bukan semata-mata soal kebiasaan buruk, melainkan gejala dari luka psikologis yang harus dipahami dengan empati dan kesabaran. Penanganan yang penuh kasih sayang dan profesional dapat membantu para korban keluar dari jeratan kecanduan dan memulai hidup baru yang lebih sehat.
Kecanduan judi online adalah cermin dari trauma yang tersembunyi dan belum disembuhkan. Tanpa pengobatan trauma secara menyeluruh, berhenti berjudi saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Penanganan yang komprehensif, dukungan keluarga dan masyarakat, serta kebijakan yang mendukung, menjadi fondasi penting untuk menyelamatkan korban dan mengurangi dampak negatif kecanduan judi online di Indonesia.
Rekomendasi
