Deflasi Langka di Februari 2025: BI Jelaskan Dampaknya pada Ekonomi Indonesia
- Sabtu, 08 Maret 2025

JAKARTA - Pada Februari 2025, Indonesia mencatatkan fenomena ekonomi yang jarang terjadi, yaitu deflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa terjadinya deflasi ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, terutama diskon tarif listrik. Bank Indonesia (BI) juga memberikan penjelasan mendetail mengenai dinamika perekonomian yang mempengaruhi deflasi ini.
Deflasi dan Inflasi Inti: Memahami Dinamika Ekonomi
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya, menegaskan bahwa inflasi inti lebih relevan digunakan untuk mengukur daya beli masyarakat dibandingkan inflasi umum. Inflasi inti dianggap lebih representatif karena mencerminkan interaksi antara penawaran dan permintaan dalam perekonomian. "Kalau lazimnya yang kita gunakan untuk melihat deflasi itu adalah representasinya adalah inflasi inti. Yang lebih mencerminkan interaksi antara penawaran dan permintaan," jelas Juli dalam acara Taklimat Media yang berlangsung di Jakarta, Kamis (6/3).
Menurut Juli, inflasi inti hingga Februari 2025 berada dalam kisaran 2,5 persen secara tahunan. Angka ini, katanya, masih tergolong rendah dan stabil, sehingga tidak menunjukkan adanya tekanan besar terhadap daya beli masyarakat. "Sebenarnya menurut kami ini masih cukup baik, terkait dengan pertumbuhan ekonomi, dan terkait dengan konsumsi rumah tangga," tambahnya.
Data Konsumsi Rumah Tangga Tetap Positif
Menyusul deflasi yang diumumkan, data konsumsi rumah tangga yang dirilis oleh BPS untuk kuartal IV 2024 masih menunjukkan pertumbuhan sekitar 5 persen. Hal ini dinilai Juli sebagai indikator positif yang menunjukkan bahwa aktivitas konsumsi masyarakat tetap kuat dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang positif ini juga menjadi salah satu faktor yang membantu menjaga stabilitas ekonomi meskipun terjadi deflasi.
Pengaruh Diskon Tarif Listrik
Juli menjelaskan bahwa deflasi yang terjadi terutama pada Januari dan Februari 2025 lebih disebabkan oleh kebijakan diskon tarif listrik dari PT PLN Indonesia. Data dari BPS menunjukkan bahwa kelompok pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terhadap deflasi bulanan adalah sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, yang mengalami deflasi sebesar 3,59 persen, dengan kontribusi terhadap deflasi sebesar 0,52 persen.
Komoditas yang paling berpengaruh dalam deflasi kali ini adalah diskon tarif listrik, yang menyumbang andil deflasi sebesar 0,67 persen. Juli menegaskan bahwa hal ini lebih disebabkan oleh faktor administratif, bukan penurunan daya beli masyarakat secara umum. Dengan demikian, dampak diskon tarif listrik lebih kepada efek sementara yang tidak mencerminkan penurunan permintaan.
Mengantisipasi Kondisi Ekonomi Selanjutnya
Bank Indonesia tetap optimis terhadap perekonomian Indonesia meskipun terjadi deflasi. Dengan inflasi inti yang tetap stabil dan konsumsi rumah tangga yang tumbuh, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi yang positif. Ke depan, BI akan terus memantau perkembangan dan memastikan kebijakan moneter yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi.
BI juga akan terus bekerja sama dengan pemerintah untuk memantau dan mengendalikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi inflasi dan daya beli masyarakat. Dalam menghadapi tantangan global, BI berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan.

David
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Cara Mudah Melaporkan Nomor Spam WhatsApp
- 12 Agustus 2025
2.
5 Tren Sepatu Agustus 2025 Penuh Gaya
- 12 Agustus 2025
3.
BPJS JHT Bisa Dicairkan Tanpa Resign, Begini Caranya
- 12 Agustus 2025
4.
Info Bansos Agustus 2025: PKH, BPNT, dan Bantuan Lainnya
- 12 Agustus 2025
5.
Bansos PKH, BPNT, dan BLT Cair Lewat KKS Mulai Agustus 2025
- 12 Agustus 2025