
JAKARTA - Harga minyak dunia menunjukkan kestabilan pada perdagangan Senin, 12 Agustus 2025, setelah mengalami penurunan signifikan lebih dari 4% pada pekan sebelumnya. Kondisi pasar saat ini dipengaruhi oleh fokus investor terhadap pertemuan penting antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia yang dijadwalkan akan berlangsung pada akhir pekan ini. Pertemuan tersebut diharapkan dapat membahas perkembangan konflik di Ukraina yang telah berlangsung sejak Februari 2022, dan diharapkan memberikan arah baru bagi pasar minyak global.
Memasuki perdagangan hari ini, harga minyak mentah Brent berjangka naik tipis sebesar 10 sen menjadi USD 66,69 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengalami kenaikan 12 sen menjadi USD 64 per barel. Pergerakan harga ini mencerminkan sikap hati-hati pasar yang tetap optimistis terhadap kemungkinan kemajuan diplomasi yang mampu meredakan ketegangan geopolitik yang selama ini memengaruhi harga minyak.
Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi rencananya untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 15 Agustus di Alaska. Pertemuan ini menjadi titik fokus yang dinanti, mengingat kedua negara memiliki peran besar dalam stabilitas pasar energi dunia. Dialog ini diharapkan membuka peluang bagi solusi damai atas konflik yang telah memicu ketidakpastian besar sejak Rusia menginvasi Ukraina pada awal 2022.
Baca Juga
Selama ini, AS telah meningkatkan tekanan terhadap Rusia melalui berbagai langkah, termasuk ancaman pemberlakuan sanksi ekonomi yang lebih ketat, khususnya di sektor energi. Bahkan AS memberikan tenggat waktu hingga pekan lalu agar Rusia menyetujui kesepakatan damai. Jika tidak tercapai, AS berencana menerapkan sanksi sekunder kepada negara-negara yang membeli minyak dari Rusia. India menjadi salah satu negara yang diperingatkan agar mengurangi pembelian minyak dari Rusia sebagai bagian dari upaya ini.
Situasi tersebut menyebabkan tekanan signifikan pada pasar minyak global. Namun, analisis terbaru dari UBS menunjukkan pasar kini mulai memandang risiko gangguan pasokan mulai berkurang. Giovanni Staunovo, analis UBS, menjelaskan bahwa kebijakan AS yang hanya mengenakan tarif tambahan kepada India dan tidak menyasar seluruh pembeli minyak Rusia, memberikan efek meredam tekanan pasar. Akibatnya, harga minyak cenderung stabil dan tidak mengalami lonjakan ekstrim.
UBS bahkan menurunkan proyeksi harga minyak mentah Brent untuk akhir tahun 2025, dari sebelumnya USD 68 per barel menjadi USD 62 per barel. Revisi ini didasari oleh beberapa faktor, antara lain meningkatnya pasokan minyak dari Amerika Selatan dan tingginya produksi minyak dari negara-negara yang terkena sanksi. Selain itu, permintaan minyak dari India juga tercatat lebih rendah dari perkiraan awal, yang turut memberikan pengaruh menurunkan harga minyak.
Selain itu, OPEC+ diperkirakan akan mempertahankan kebijakan produksinya dan tidak akan menaikkan produksi kecuali terjadi gangguan pasokan besar yang tidak terduga. Kebijakan ini bertujuan menjaga keseimbangan pasar dan mencegah fluktuasi harga yang tajam, sehingga membantu menjaga stabilitas harga minyak dalam jangka menengah.
Di sisi lain, berita positif datang dari Exxon Mobil. Perusahaan minyak global tersebut mengumumkan bahwa konsorsium yang dipimpinnya telah memulai produksi minyak di kapal produksi terapung keempat di Guyana, lebih cepat empat bulan dari jadwal awal. Hal ini menandakan peningkatan kapasitas produksi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan energi global dan menjaga pasokan minyak tetap stabil.
Dari sisi permintaan, konsultan Energy Aspects mencatat kilang-kilang di India telah membeli sekitar 5 juta barel minyak WTI untuk pengiriman pada bulan Agustus. Meskipun permintaan minyak India belum mencapai angka yang diharapkan, pembelian ini menunjukkan adanya kebutuhan energi yang tetap signifikan di pasar Asia dan memberikan dukungan terhadap stabilitas harga minyak.
Kondisi pasar minyak saat ini berada dalam situasi yang cukup dinamis. Stabilitas harga yang berhasil dicapai merupakan hasil dari keseimbangan antara ketegangan geopolitik dan pasokan minyak yang memadai. Para pelaku pasar, investor, dan konsumen energi pun menunjukkan sikap yang waspada namun optimistis menunggu hasil pertemuan antara AS dan Rusia.
Jika pertemuan tersebut berhasil mencapai kesepakatan damai, ketegangan geopolitik dapat mereda dan memberikan sentimen positif bagi pasar minyak dunia. Sebaliknya, jika dialog menemui jalan buntu, risiko gejolak harga minyak tetap ada, mengingat konflik berkepanjangan berpotensi mengganggu pasokan dan distribusi energi global.
Perlu diingat, harga minyak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor geopolitik. Dinamika produksi dan konsumsi global, kondisi ekonomi dunia, kemajuan teknologi energi baru, serta kebijakan lingkungan hidup juga menjadi faktor penting yang turut menentukan harga minyak. Oleh karena itu, para analis terus memantau berbagai faktor ini secara seksama untuk memberikan prediksi yang lebih akurat.
Kesimpulannya, harga minyak dunia saat ini menunjukkan stabilitas yang dipengaruhi oleh kombinasi faktor geopolitik, produksi, dan permintaan global. Pertemuan tingkat tinggi antara Amerika Serikat dan Rusia yang akan berlangsung dalam waktu dekat menjadi kunci utama yang menentukan arah harga minyak selanjutnya. Walaupun ketidakpastian masih ada, dukungan dari produksi yang kuat dan kebijakan strategis negara-negara besar memberikan harapan bagi pasar energi global agar tetap stabil dan berkelanjutan dalam jangka waktu mendatang.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Cara Mudah Melaporkan Nomor Spam WhatsApp
- 12 Agustus 2025
2.
5 Tren Sepatu Agustus 2025 Penuh Gaya
- 12 Agustus 2025
3.
BPJS JHT Bisa Dicairkan Tanpa Resign, Begini Caranya
- 12 Agustus 2025
4.
Info Bansos Agustus 2025: PKH, BPNT, dan Bantuan Lainnya
- 12 Agustus 2025
5.
Bansos PKH, BPNT, dan BLT Cair Lewat KKS Mulai Agustus 2025
- 12 Agustus 2025