
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memperkenalkan istilah baru, yakni “pindar”, untuk menggantikan kata “pinjol” atau pinjaman online yang selama ini dinilai memiliki konotasi negatif di masyarakat. Pergantian istilah ini diharapkan mampu menghadirkan pandangan yang lebih positif terhadap pinjaman daring, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memanfaatkannya sebagai sarana memperoleh modal usaha dengan cepat.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK sekaligus Dewan Komisioner OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyampaikan pengumuman ini pada Selasa, 12 Agustus 2025, di Pacific Place, Jakarta. Menurut Friderica, istilah “pinjol” saat ini telah sarat konotasi negatif sehingga diperlukan diferensiasi untuk membedakan layanan resmi dengan yang ilegal.
“Sekarang istilahnya kalau untuk pinjol itu jadi kalau Pindar itu pinjaman daring, itu jadi istilah baru yang kita gunakan untuk membedakan dari pinjol ilegal karena sebenarnya istilah pinjol itu sekarang udah lebih dikonotasikan negatif gitu lho,” ujar Friderica kepada awak media.
Baca Juga
Menurut Friderica, pinjaman daring atau yang kini disebut pindar sejatinya merupakan salah satu moda yang memudahkan masyarakat mengakses pinjaman secara legal. Kebermanfaatannya sangat bergantung pada cara penggunaan oleh masyarakat. Contohnya, pelaku UMKM yang membutuhkan modal harian untuk operasional usaha dapat terbantu oleh layanan ini, meski suku bunga yang ditetapkan relatif tinggi.
“Mereka punya bisnis gitu ya, mereka punya bisnis yang baik gitu Misalnya warteg gitu, oh dia tau sehari ini butuh modal berapa akan dijual untungnya berapa? Nah itu mereka akan bisa pakai pinjol yang sekarang pindar itu dengan baik karena walaupun bunganya relatif tinggi. Tapi mereka tau bisa segera mengembalikan gitu lho,” lanjut Friderica.
Di sisi lain, Friderica juga menyoroti risiko negatif pinjaman daring jika digunakan untuk kebutuhan konsumtif. Banyak anak muda terjebak pinjaman untuk membeli pakaian, tas, atau gawai sehingga menjadi korban pinjol ilegal. Ia menekankan, kebermanfaatan pindar sangat tergantung pada bagaimana individu menggunakan layanan tersebut secara bijak.
“Nah tapi jeleknya kalau misalnya beli untuk konsumtif untuk misalnya beli baju, beli tas, beli handphone gitu ya Itu yang anak-anak muda sekarang itu banyak yang kemudian menjadi korban dari hal seperti itu gitu. Jadi, bagus atau tidak itu tergantung dari kita sendiri yang pakai,” ujar Friderica menutup penjelasannya.
Penggunaan istilah pindar diharapkan memudahkan masyarakat membedakan layanan pinjaman daring resmi dan ilegal. Diferensiasi ini penting agar masyarakat lebih selektif dalam memilih layanan keuangan digital, sehingga risiko kerugian dapat diminimalkan.
Lebih dari itu, pindar dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan UMKM. Banyak usaha kecil membutuhkan modal cepat untuk kebutuhan operasional, mulai dari pembelian bahan baku hingga pembayaran karyawan. Dengan pindar, mereka bisa memperoleh pinjaman legal dan terstruktur, sehingga risiko finansial dapat dikelola dengan lebih baik.
Friderica juga menekankan pentingnya edukasi keuangan agar masyarakat dapat menggunakan pinjaman daring dengan bijak. Edukasi ini mencakup kewaspadaan terhadap tawaran pinjaman berbunga tinggi atau metode penagihan agresif yang bisa merugikan konsumen. Dengan edukasi yang tepat, risiko menjadi korban layanan ilegal dapat diminimalkan, khususnya di kalangan anak muda.
Selain itu, OJK akan terus memantau penggunaan pindar di masyarakat. Pemantauan ini mencakup perlindungan konsumen, kepatuhan penyedia pinjaman daring resmi, dan dampak sosial ekonomi yang muncul dari penggunaan layanan ini. Langkah ini memastikan bahwa pinjaman daring legal mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan aman.
Perubahan istilah menjadi pindar bukan sekadar rebranding, tetapi juga strategi OJK untuk membangun persepsi positif terhadap layanan keuangan digital yang sah. Dengan istilah baru, masyarakat dapat lebih memahami risiko dan manfaat pinjaman daring resmi, sekaligus terhindar dari layanan ilegal yang merugikan.
Pelaku UMKM diharapkan dapat memanfaatkan pindar secara optimal. Contoh penggunaan modal untuk kebutuhan usaha harian menunjukkan bahwa layanan ini bisa menjadi solusi cepat dan efisien. Dengan strategi penggunaan yang tepat, bunga tinggi bukan lagi penghalang karena pinjaman dapat dikembalikan sesuai kemampuan usaha.
Secara keseluruhan, penggantian istilah menjadi pindar merupakan langkah strategis OJK dalam mengedukasi masyarakat, mendorong penggunaan layanan keuangan digital resmi, serta menekan praktik pinjaman ilegal. Dengan pemahaman yang baik, masyarakat bisa memanfaatkan pinjaman daring secara bijak, menyeimbangkan kebutuhan konsumtif dan produktif, serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal melalui UMKM.
OJK berharap layanan keuangan digital dengan istilah pindar semakin diterima secara positif. Edukasi, pengawasan, dan pemantauan berkelanjutan menjadi kunci agar pinjaman daring tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan perekonomian secara umum.
Dengan langkah ini, OJK menegaskan komitmennya untuk menciptakan ekosistem keuangan digital yang aman, transparan, dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya generasi muda yang kini menjadi pengguna aktif layanan keuangan daring.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Keamanan Digital Dorong Pertumbuhan Perbankan Inklusif
- 13 Agustus 2025
2.
Bank Mandiri Dorong UMKM Naik Kelas Digital
- 13 Agustus 2025
3.
BTN Perkuat Layanan Perbankan Pegawai PKP
- 13 Agustus 2025
4.
Belanja Online Makin Populer di Seluruh Dunia
- 13 Agustus 2025
5.
PLN Indonesia Power Kawal Dua Pembangkit Listrik di Papua
- 13 Agustus 2025