
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan komitmennya dalam memperkuat keberlanjutan industri batik nasional. Sebagai salah satu warisan budaya yang telah mendapat pengakuan dunia, batik terus diarahkan menjadi komoditas unggulan nasional yang bernilai ekonomi tinggi. Kini, fokus utama diarahkan pada keterlibatan generasi muda, khususnya Generasi Z (Gen Z), dalam perkembangan industri batik.
Langkah ini sejalan dengan meningkatnya minat generasi muda terhadap nilai-nilai budaya lokal, tren mode yang unik dan bermakna, serta keinginan untuk mendukung produk dalam negeri. Gen Z dipandang sebagai kelompok pasar yang tidak hanya potensial dari sisi konsumsi, tetapi juga kolaboratif dalam pengembangan ekosistem industri kreatif berbasis budaya.
Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita, keterlibatan Gen Z merupakan peluang besar bagi tumbuhnya industri batik di era modern.
Baca Juga
“Batik sudah diminati oleh Gen Z karena dipandang sebagai produk yang sesuai dengan karakter generasi muda yang berjiwa kreatif, menyukai orisinalitas, makna, dan peka terhadap isu sosial dan lingkungan. Kecintaan generasi muda terhadap batik ini perlu kita maksimalkan,” ujar Reni.
Ia menambahkan bahwa generasi ini sangat akrab dengan teknologi digital dan media visual, yang membuat mereka mudah menyerap dan menyebarluaskan informasi. Jika Gen Z merasa terhubung secara emosional dan nilai dengan sebuah brand atau produk, mereka berpotensi besar menjadi promotor aktif di media sosial.
“Ini pasar potensial, sebab Gen Z kalau sudah cinta dan peduli dengan brand atau produk batik tertentu, besar kemungkinan mereka akan aktif memviralkan batik tersebut, baik melalui media sosial maupun word of mouth,” jelasnya.
Melihat potensi tersebut, Ditjen IKMA terus mengupayakan strategi pendekatan baru melalui desain, pemasaran, hingga kolaborasi kreatif. Reni menyebutkan bahwa Gen Z menyukai motif yang kekinian, warna yang segar, serta cerita di balik produk. Maka dari itu, para pelaku industri batik perlu memahami preferensi ini agar tetap relevan dan diminati pasar muda.
Bersama Yayasan Batik Indonesia (YBI), Ditjen IKMA rutin melakukan pendampingan terhadap pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) batik agar mampu mengidentifikasi dan menyesuaikan diri dengan dinamika pasar. Pendekatan ini telah diwujudkan melalui berbagai kegiatan edukatif, seperti webinar dan diskusi terbuka.
Salah satu kegiatan tersebut adalah webinar bertema “Batik Untuk Gen Z: Tradisi Menjawab Tren” yang dilaksanakan secara daring pada 24 Juli 2025. Acara ini menjadi bagian dari rangkaian peringatan Hari Batik Nasional (HBN) dan Gelar Batik Nusantara (GBN) 2025. Puncak acara GBN sendiri digelar di Pasaraya Blok M, Jakarta.
Webinar ini menghadirkan sejumlah narasumber yang berpengalaman di dunia mode dan industri batik, antara lain Shinta Lidwina Djiwatampu (Fashion Design Program Director LaSalle College Jakarta), Putri Urfanny Nadhiroh (Founder IKM Batik Shibotik), dan Gita Ratna (Founder IKM Batik Gitaratna).
Melalui diskusi tersebut, pelaku IKM batik diajak untuk memahami lebih dalam tentang karakter dan preferensi Gen Z. Dirjen IKMA menekankan bahwa agar industri batik tetap hidup dan berkembang, maka bahasa visual, nilai, serta cara komunikasi batik harus mampu “berbicara” dalam gaya generasi muda.
“Batik harus mampu berbicara dan berkomunikasi dalam bahasa generasi muda, agar mereka dapat menjadikan Batik sebagai identitas dan jati dirinya,” tuturnya.
Senada dengan Reni, Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan, Budi Setiawan, menjelaskan bahwa Gen Z dikenal terbuka terhadap budaya dan produk lokal yang memiliki nilai seni tinggi. Namun, pendekatan yang digunakan harus sesuai dengan cara pikir mereka.
“Mereka terbuka dengan produk budaya Indonesia, jadi sebaiknya pelaku IKM batik paham mengenai preferensi batik Gen Z dan menerapkan langkah-langkah yang diperlukan agar bisnis batik yang dimiliki menjadi menarik di mata mereka,” terang Budi.
Tidak hanya dilihat sebagai konsumen, Gen Z juga dipandang sebagai mitra strategis dalam pengembangan industri batik nasional. Ketua Yayasan Batik Indonesia, Gita Pratama, menyampaikan bahwa kontribusi generasi ini telah terlihat melalui berbagai peran di sektor produksi, promosi, hingga edukasi.
“Pelaku IKM batik dapat menerapkan berbagai cara seperti menghadirkan lini produk baru dengan warna, motif, bahan, dan model favorit Gen Z, sekaligus upaya penguatan pemasaran online, storytelling, serta menunjukkan makna dan value dari brand yang sejalan dengan prinsip yang dipegang teguh oleh mereka,” katanya.
Menurut Gita, pendekatan berbasis kolaborasi menjadi strategi penting. Gen Z, dengan kreativitasnya, juga dapat dilibatkan dalam menciptakan motif baru, memproduksi konten digital batik, hingga terlibat langsung dalam event budaya.
“Kami melihat Gen Z sebagai mitra potensial dalam membangun ekosistem batik masa depan. Saat ini Gen Z secara tidak langsung telah banyak berkontribusi dalam industri batik melalui berbagai peran, baik sebagai produsen, konsumen, maupun pengamat,” pungkasnya.
Melalui strategi ini, Kemenperin berharap industri batik nasional tidak hanya bertahan, namun mampu tumbuh secara inklusif dan dinamis. Sinergi antara pelaku industri dan generasi muda menjadi fondasi utama dalam menjaga keberlanjutan salah satu kekayaan budaya terbesar bangsa.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Potensi Generasi Z Majukan Industri Batik Indonesia
- 04 Agustus 2025
2.
Meriahkan Kemerdekaan dengan 7 Diskon Spesial
- 04 Agustus 2025
3.
Super League Usung Wajah Baru Sepak Bola Indonesia
- 04 Agustus 2025
4.
Olahraga Hemat dan Efektif Saat Waktu Luang
- 04 Agustus 2025
5.
Tim Voli Putri Perbaiki Performa di SEA V League 2025
- 04 Agustus 2025