JAKARTA - Peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025 bukan hanya momen untuk mengenang jasa para pahlawan, tetapi juga menjadi refleksi perjalanan bangsa dalam memajukan pendidikan. Kemerdekaan yang kita nikmati sekarang lahir dari perjuangan panjang yang melibatkan berbagai elemen, termasuk para tokoh pendidikan. Mereka memahami bahwa pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi alat strategis untuk menanamkan kesadaran nasional, membentuk karakter, dan menyiapkan generasi yang tangguh.
Kini, delapan dekade setelah Proklamasi, tantangan yang dihadapi bangsa berbeda jauh dibanding masa kolonial. Globalisasi dan kemajuan teknologi membawa Indonesia memasuki Era Society 5.0, di mana teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), Internet of Things (IoT), dan big data digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Tantangannya adalah bagaimana pendidikan mampu menyiapkan generasi yang berkarakter, bermartabat, dan kompetitif dalam dunia yang semakin kompleks. Dalam konteks ini, meneladani perjuangan tokoh pendidikan masa lalu menjadi sangat relevan.
Pendidikan sebagai Perjuangan Kebangsaan
Sejarah pergerakan nasional Indonesia menunjukkan bahwa pendidikan selalu menjadi medan strategis dalam perjuangan melawan penjajahan. Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, mendirikan Taman Siswa pada 1922. Lembaga ini bukan sekadar sekolah, melainkan wadah untuk menumbuhkan semangat kebangsaan dan kemandirian. Filosofinya Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani menjadi dasar sistem pendidikan Indonesia hingga kini. Ki Hajar Dewantara juga kritis terhadap kebijakan kolonial, terbukti melalui tulisan “Als ik eens Nederlander was” (“Seandainya Aku Seorang Belanda”) yang membuatnya diasingkan ke Belanda.
KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 1912. Organisasi ini bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial, sekaligus menanamkan nilai kebangsaan. KH Hasyim Asy’ari mendirikan Pesantren Tebuireng di Jombang, menghasilkan generasi ulama yang berperan dalam kebangkitan nasional. Tahun 1926, ia mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) dan mengeluarkan Resolusi Jihad 1945 untuk mempertahankan kemerdekaan.
Dr. Sutomo bersama rekan-rekannya mendirikan Budi Utomo pada 1908, menandai lahirnya gerakan nasional modern yang menekankan pendidikan dan persatuan bangsa. Mohammad Syafei mendirikan INS Kayutanam di Sumatera Barat, menekankan pendidikan karakter, kemandirian, dan keterampilan praktis. Dari perjalanan sejarah ini terlihat bahwa pendidikan selalu menjadi ruang perjuangan efektif, dari melawan penjajahan hingga menyiapkan generasi menghadapi tantangan global.
Tantangan Pendidikan di Era Society 5.0
Memasuki Era Society 5.0, pendidikan memiliki peran lebih strategis. Era ini mengintegrasikan dunia fisik dan digital, di mana teknologi digunakan untuk menyelesaikan masalah sosial. Namun, tantangan yang muncul cukup kompleks. Pertama, arus informasi yang deras menuntut kemampuan literasi digital tinggi agar siswa tidak mudah terjebak disinformasi. Kedua, perubahan cepat menuntut fleksibilitas dan kemampuan adaptasi; kurikulum harus dinamis menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga, persaingan global mengharuskan generasi muda unggul dalam aspek kognitif dan keterampilan abad 21 seperti kreativitas, kolaborasi, komunikasi, serta berpikir kritis.
Guru, dosen, dan praktisi pendidikan memegang peran strategis. Mereka harus bertransformasi dari pengajar menjadi fasilitator, mentor, motivator, dan teladan moral. Pendidikan kini bukan sekadar transfer ilmu, tetapi pembentukan karakter, penyaluran potensi, serta persiapan menghadapi dunia yang terus berubah.
Strategi dan Solusi Pendidikan Indonesia
Beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh antara lain:
Pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) – mendorong siswa belajar dari pengalaman nyata, melatih kolaborasi, pemecahan masalah, dan berpikir kritis.
Integrasi literasi digital – membekali peserta didik kemampuan menggunakan teknologi secara bijak, kritis, dan produktif.
Penguatan pendidikan karakter – nilai kejujuran, tanggung jawab, empati, dan nasionalisme tetap menjadi fondasi.
Pemanfaatan teknologi untuk personalisasi pembelajaran – memungkinkan materi disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi tiap siswa.
Kolaborasi dengan industri dan komunitas – menjaga relevansi pendidikan terhadap dunia kerja dan masalah sosial.
Kendala tetap ada, seperti kesenjangan literasi digital, keterbatasan fasilitas, dan resistensi terhadap perubahan. Solusi sistemik diperlukan, termasuk pelatihan berkelanjutan bagi guru, pemanfaatan sumber daya open-source, serta kolaborasi erat antara sekolah, orang tua, pemerintah, dan dunia usaha.
Pendidikan Kunci Masa Depan Bangsa
Delapan puluh tahun lalu, tokoh pendidikan berjuang melalui lembaga, organisasi, dan pesantren untuk membangkitkan semangat kemerdekaan. Hari ini, perjuangan itu bertransformasi menjadi menyiapkan generasi tangguh di era digital. Pendidikan bukan hanya sarana menghadapi masa depan, tetapi juga membentuk generasi pencipta masa depan.
Era Society 5.0 menuntut guru dan dosen cerdas, visioner, kreatif, dan humanis. Pendidikan Indonesia dapat memadukan nilai kemanusiaan dengan teknologi, menghasilkan generasi unggul secara intelektual sekaligus kuat karakter. Jika dahulu pendidikan senjata melawan penjajahan, kini pendidikan adalah kunci memenangkan peradaban. Semangat tokoh pendidikan pejuang kemerdekaan harus menjadi inspirasi, agar Indonesia tetap bermartabat di Era Society 5.0.