JAKARTA - Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara resmi menetapkan 40 bandara di Indonesia yang dapat melayani penerbangan internasional. Penetapan ini dilakukan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 37 Tahun 2025 dan KM 38 Tahun 2025, yang mencakup 36 bandara umum, tiga bandara khusus, serta satu bandara yang dikelola pemerintah daerah, yaitu Bandara Bersujud di Kalimantan Selatan.
Langkah strategis ini bertujuan memperkuat posisi Indonesia dalam jaringan penerbangan global dan memperluas akses layanan penerbangan internasional ke berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi, pariwisata, serta mempermudah arus perdagangan dan konektivitas antarwilayah.
Standar Ketat untuk Bandara Internasional
Dirjen Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, menegaskan bahwa setiap bandara yang ditetapkan sebagai bandara internasional harus memenuhi standar keselamatan, keamanan, dan kenyamanan pengguna jasa sesuai ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
“Status internasional pada bandara membawa tanggung jawab yang tidak ringan, setiap bandar udara yang ditetapkan harus memastikan terpenuhinya standar keselamatan, keamanan, dan pelayanan, serta menyiapkan fasilitas imigrasi, bea cukai, dan karantina sebelum dapat melayani penerbangan langsung dari dan ke luar negeri,” ujar Lukman.
Pihak pengelola bandara diwajibkan menyediakan fasilitas lengkap untuk imigrasi, bea cukai, dan karantina yang merupakan syarat mutlak agar bandara dapat melayani penerbangan langsung internasional secara legal dan aman.
Daftar Lengkap 36 Bandara Umum Internasional
Penetapan ini meliputi 36 bandara umum yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Bandar Udara Sultan Iskandar Muda di Aceh, Bandar Udara Kualanamu di Sumatera Utara, Bandar Udara Soekarno Hatta di Banten, dan Bandar Udara Juanda di Jawa Timur.
Berikut daftar lengkap 36 bandara umum yang telah ditetapkan:
Sultan Iskandar Muda, Aceh
Kualanamu, Sumatera Utara
Minangkabau, Sumatera Barat
Sultan Syarif Kasim II, Riau
Hang Nadim, Kepulauan Riau
Soekarno Hatta, Banten
Halim Perdanakusuma, DKI Jakarta (khusus penerbangan niaga tidak berjadwal dan non niaga)
Kertajati, Jawa Barat
Kulon Progo, DI Yogyakarta
Juanda, Jawa Timur
I Gusti Ngurah Rai, Bali
Zainuddin Abdul Madjid, NTB
Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Kalimantan Timur
Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan
Sam Ratulangi, Sulawesi Utara
Sentani, Papua
Komodo, NTT
S.M. Badaruddin II, Sumatera Selatan
H.A.S. Hanandjoeddin, Kepulauan Bangka Belitung
Jenderal Ahmad Yani, Jawa Tengah
Syamsudin Noor, Kalimantan Selatan
Supadio, Kalimantan Barat
Raja Sisingamangaraja XII, Sumatera Utara
Raja Haji Fisabilillah, Kepulauan Riau
Radin Inten II, Lampung
Adi Soemarmo, Jawa Tengah
Banyuwangi, Jawa Timur
Juwata, Kalimantan Utara
El Tari, NTT
Pattimura, Maluku
Frans Kaisiepo, Papua
Mopah, Papua Selatan
Kediri, Jawa Timur
Mutiara Sis Al Jufri, Sulawesi Tengah
Domine Eduard Osok, Papua Barat Daya
Aji Pangeran Tumenggung Pranoto, Kalimantan Timur
Bandara Khusus dan Bandara Daerah yang Juga Melayani Internasional
Selain bandara umum, tiga bandara khusus juga ditetapkan sebagai bandara internasional dengan ketentuan penggunaan sementara dan khusus, yaitu Bandar Udara Khusus Sultan Syarief Haroen Setia Negara di Riau, Bandar Udara Khusus Weda Bay di Maluku Utara, serta Bandar Udara Khusus Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah.
Bandara-bandara ini berfungsi untuk angkutan udara niaga tidak berjadwal, kegiatan evakuasi medis, penanganan bencana, serta pengangkutan penumpang dan kargo untuk menunjang aktivitas industri dan usaha utama.
Sementara itu, Bandara Bersujud di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang dikelola oleh pemerintah daerah juga resmi berstatus bandara internasional. Pemerintah daerah diwajibkan melengkapi dokumen dan fasilitas terkait dalam enam bulan agar operasional internasional berjalan lancar.
Pengawasan dan Evaluasi Berkelanjutan
Pengawasan ketat menjadi bagian penting dalam penetapan ini. Lukman F. Laisa menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan pemantauan sejak awal persiapan pemenuhan persyaratan hingga operasional penuh bandara internasional.
“Jika terdapat hambatan, kami akan segera melakukan koordinasi lintas instansi agar persyaratan dan fasilitas terpenuhi tepat waktu,” jelas Lukman.
Selain itu, evaluasi kinerja dan kesiapan bandara akan dilakukan minimal dua tahun sekali. Evaluasi ini menjadi tolok ukur keberlanjutan status internasional bandara. Jika hasilnya positif, status internasional akan dipertahankan dan dapat direkomendasikan untuk penyesuaian jika diperlukan.
Dampak Positif bagi Perekonomian dan Pariwisata
Dengan bertambahnya bandara internasional yang tersebar di berbagai wilayah, pemerintah berharap pemerataan akses penerbangan internasional semakin terwujud. Konektivitas udara yang lebih merata tidak hanya memudahkan masyarakat dalam bepergian ke luar negeri, tapi juga membuka peluang baru dalam perdagangan dan sektor pariwisata.
Langkah ini memperkuat posisi sektor transportasi udara sebagai pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Akses yang lebih luas dan distribusi layanan yang merata diyakini mampu memacu perkembangan ekonomi daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Penyesuaian dan Penggantian Aturan Sebelumnya
Penetapan KM 37 dan KM 38 Tahun 2025 sekaligus mencabut beberapa ketentuan sebelumnya yang terkait penetapan bandara internasional dan domestik yang dapat melayani penerbangan luar negeri.
Keputusan terbaru ini disusun berdasarkan evaluasi kebutuhan, dinamika, serta perkembangan sektor transportasi udara nasional agar lebih responsif terhadap kondisi terkini dan mendukung pembangunan infrastruktur penerbangan yang lebih baik.
Dengan penetapan 40 bandara internasional ini, Indonesia semakin memperkokoh jaringan penerbangan globalnya, sekaligus mewujudkan pemerataan akses dan penguatan ekonomi di berbagai wilayah. Penetapan ini menjadi tonggak penting dalam mempercepat kemajuan sektor transportasi udara dan mengoptimalkan potensi nasional.