
JAKARTA - Pemerintah Indonesia terus memperkuat kebijakan fiskal di sektor sumber daya alam, salah satunya melalui penetapan bea keluar (BK) untuk komoditas strategis seperti batu bara dan emas. Dalam langkah konkret, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa pengumuman tarif bea keluar akan dilakukan pada tahun 2025, sebagai tahapan penting sebelum kebijakan ini diterapkan secara resmi pada tahun 2026.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa pihaknya tengah memfinalisasi perhitungan rentang harga serta besaran tarif bea keluar yang akan dikenakan pada dua komoditas tersebut. Saat ini, pembahasan dilakukan bersama Kementerian Keuangan guna memastikan formula kebijakan yang tepat dan adil bagi semua pihak, termasuk pelaku usaha dan negara.
“Bea keluar oke lah, kita ada range kan, range tertentu pada saat harga-harga ekonominya bagus baru dia diterapkan,” ujar Tri Winarno dalam pernyataannya kepada awak media usai menghadiri Energi dan Mineral Festival 2025 di Jakarta.
Baca JugaJadwal dan Tarif Penyeberangan Feri Terbaru TAA Bangka Belitung
Tri menegaskan bahwa pemerintah akan mengumumkan secara terbuka ketentuan harga dan tarif yang akan digunakan. “Nanti ada pengumuman, tahun ini,” ujarnya dengan nada pasti.
Dirancang dengan Skema Fleksibel dan Responsif
Salah satu pendekatan utama dalam kebijakan bea keluar ini adalah fleksibilitas. Tarif tidak akan dikenakan secara kaku, melainkan akan disesuaikan dengan dinamika harga di pasar global. Ketika harga batu bara dan emas melonjak tinggi dan perusahaan mendapatkan keuntungan besar, maka bea keluar diberlakukan. Sebaliknya, saat harga turun atau berada di bawah nilai keekonomian, tarif bea keluar akan dibebaskan.
Tri menjelaskan bahwa pendekatan ini mencerminkan semangat berbagi hasil yang adil antara negara dan pelaku usaha. “Akan tetapi, pada saat nanti perusahaan memperoleh keuntungan, memperoleh gain, ya pasti. Kita gantian, pemerintah juga ada haknya di situ,” tegasnya.
Menurutnya, pelaku industri pun tidak menunjukkan penolakan atas skema tersebut, karena kebijakan ini disusun berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan menyesuaikan dengan kondisi pasar.
Penyusunan Aturan Turunan oleh ESDM
Dalam pengembangan kebijakan ini, Kementerian ESDM akan menyusun peraturan turunan yang mengatur teknis pelaksanaan bea keluar. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa kementeriannya akan memastikan bahwa kebijakan tersebut berbasis pada evaluasi harga keekonomian serta tren pasar global.
“Itu nanti peraturan Menteri ESDM yang akan buat nanti,” ujar Bahlil saat ditemui di Kompleks Parlemen.
Kementerian ESDM dipercaya menjadi pihak yang paling memahami seluk-beluk industri batu bara dan emas. Oleh karena itu, tanggung jawab penetapan tarif awal sepenuhnya berada di tangan kementerian ini, sebelum nantinya dikonsultasikan dan disahkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Optimalisasi Pendapatan Negara
Sampai saat ini, batu bara hanya dikenai tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagaimana diatur dalam PP No. 18 Tahun 2025 sebagai revisi dari PP No. 15 Tahun 2022. Dengan pengenaan bea keluar, pemerintah menambahkan satu instrumen baru dalam meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap APBN.
Langkah ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk parlemen. Panitia Kerja (Panja) Penerimaan di Komisi XI DPR RI menyampaikan rekomendasi dalam laporan resmi bertanggal 7 Juli 2025 agar bea keluar dikenakan pada komoditas emas dan batu bara, dengan pengaturan teknis merujuk pada kebijakan Kementerian ESDM.
Dalam bagian (d) poin ke-3 laporan Panja, disebutkan pentingnya “perluasan basis penerimaan bea keluar, di antaranya terhadap produk emas dan batu bara di mana pengaturan teknisnya mengacu pada peraturan Kementerian ESDM.”
Dukungan dari DPR dan Penyesuaian Target
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa laporan Panja Penerimaan juga mengalami sejumlah penyempurnaan, termasuk penyesuaian terhadap proyeksi penerimaan dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2026.
Komisi XI menilai bahwa Kementerian ESDM adalah pihak yang paling kompeten dalam menentukan tarif yang sesuai dengan struktur industri dan karakteristik komoditas. Oleh karena itu, keputusan akhir terkait tarif bea keluar tetap akan berada di tangan kementerian ini, dengan mempertimbangkan masukan dari pihak lain, termasuk Kementerian Keuangan.
Implementasi 2026, Persiapan Matang 2025
Pemerintah menargetkan implementasi kebijakan bea keluar ini pada tahun 2026. Selama tahun 2025, berbagai persiapan dilakukan, mulai dari penyusunan regulasi teknis, konsultasi dengan pelaku industri, serta simulasi dampak fiskal dan ekonomi.
Pemerintah ingin memastikan bahwa kebijakan ini tidak berdampak negatif pada kelangsungan usaha pertambangan, namun tetap mampu memberikan kontribusi optimal terhadap anggaran negara.
Dengan penetapan tarif yang fleksibel dan berbasis kondisi pasar, serta keterlibatan lintas kementerian dan DPR RI, diharapkan kebijakan ini akan menjadi contoh tata kelola sumber daya alam yang seimbang, adil, dan berkelanjutan.
Langkah ESDM ini juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam memastikan bahwa setiap pemanfaatan kekayaan alam Indonesia memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan pembangunan nasional.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Legenda Sepak Bola Dunia Paling Berpengaruh Sepanjang Masa
- 01 Agustus 2025
2.
Jadwal dan Tarif Penyeberangan Feri Terbaru TAA Bangka Belitung
- 01 Agustus 2025
3.
Kereta Api Pasundan Baru, Nyaman dan Ramah Penumpang
- 01 Agustus 2025
4.
Oppo Find X9 Pro Usung Kamera 200MP dan Baterai Jumbo
- 01 Agustus 2025
5.
Kuliner Soto Lamongan: Jejak Tradisi dan Perantauan
- 01 Agustus 2025