
JAKARTA - Penguatan produktivitas pertanian menjadi strategi utama Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan harga dan ketahanan pangan di Buleleng. Dalam menghadapi ancaman inflasi di tengah cuaca tak menentu sepanjang 2025, Bank Indonesia mengambil langkah aktif untuk mendorong hilirisasi hasil panen di wilayah ini. Pendekatan ini dinilai penting dalam merespons risiko yang muncul dari perubahan iklim serta peningkatan permintaan musiman yang dapat memengaruhi kestabilan harga bahan pangan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, menegaskan bahwa sektor pertanian memiliki posisi strategis dalam konteks pengendalian inflasi, khususnya di Kabupaten Buleleng. Menurutnya, hilirisasi menjadi salah satu kunci penting dalam upaya menjaga ketahanan pangan di tengah berbagai potensi gangguan yang bisa memicu kenaikan harga.
“Produktivitas pertanian merupakan isu strategis dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dan menjaga stabilitas harga di Kabupaten Buleleng,” ujar Erwin. Ia menambahkan bahwa meskipun saat ini inflasi relatif terkendali, terdapat sejumlah risiko ke depan yang berpotensi meningkatkan tekanan harga di wilayah ini.
Baca Juga
Salah satu ancaman utama datang dari kondisi alam yang tidak menentu, terutama fenomena kemarau basah. Fenomena ini diperkirakan akan memperbesar peluang terjadinya serangan hama dan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), yang pada gilirannya dapat menurunkan produktivitas pertanian lokal. Situasi ini menjadi perhatian karena hasil panen yang menurun akan langsung berdampak pada ketersediaan pasokan dan harga pangan.
Selain faktor alam, Erwin juga menyoroti faktor musiman seperti peningkatan kunjungan wisatawan asing pada musim libur. Kenaikan permintaan terhadap bahan makanan dan barang konsumsi lainnya diperkirakan akan menambah tekanan pada harga di pasar lokal. Belum lagi, kenaikan biaya pendidikan menjelang tahun ajaran baru dan tren naiknya harga emas global akibat ketidakpastian geopolitik internasional juga dinilai turut memberikan tekanan tambahan pada inflasi.
Tak hanya faktor eksternal, struktur demografi di sektor pertanian juga menjadi tantangan tersendiri. Dominasi tenaga kerja berusia lanjut dalam sektor ini dinilai mempengaruhi efektivitas dan produktivitas pertanian. Untuk itu, diperlukan regenerasi petani guna memastikan keberlangsungan produktivitas sektor ini di masa depan.
Melalui rapat koordinasi HLM TPID Buleleng, berbagai pihak menyepakati pentingnya penguatan implementasi strategi 4K. Strategi ini mencakup: Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif. Keempat komponen tersebut akan didorong melalui langkah-langkah konkret seperti pelaksanaan operasi pasar, peningkatan produktivitas pertanian, diversifikasi pangan, serta penguatan Kerja Sama Antar Daerah (KAD).
Sinergi antarlembaga juga dinilai krusial. Menurut Erwin, salah satu strategi yang bisa diterapkan untuk meningkatkan produktivitas adalah penggunaan teknologi pertanian modern. “Salah satu rekomendasi strategi yang dapat ditempuh adalah melalui penerapan mekanisasi pertanian serta pengembangan hilirisasi hasil panen petani,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa upaya ini sangat penting mengingat laju pertumbuhan jumlah penduduk diperkirakan akan melampaui peningkatan produksi pangan, sehingga dikhawatirkan akan memicu tekanan harga lebih lanjut di masa depan.
Sebagai bagian dari dukungan konkret terhadap hilirisasi pertanian di Buleleng, Bank Indonesia menyalurkan bantuan sarana dan prasarana kepada tiga kelompok tani. Bantuan ini difokuskan pada peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam proses bercocok tanam dan pengolahan hasil panen.
Kelompok Wanita Tani (KWT) Tulus Bakti menerima bantuan berupa alat mekanisasi pertanian dan alat pengolahan sorgum. Sementara itu, Subak Anyar Penglatan mendapatkan mesin transplanter yang dirancang untuk mendukung efisiensi dalam penanaman padi. Untuk Subak Blumbang, bantuan diberikan dalam bentuk drone pertanian yang digunakan untuk menyiram dan memupuk tanaman secara efisien, sekaligus sebagai bagian dari mitigasi terhadap ancaman OPT, khususnya selama musim kemarau basah yang saat ini tengah berlangsung.
Langkah-langkah ini merupakan bagian dari program pengendalian inflasi pangan, sekaligus menjadi dorongan nyata untuk meningkatkan ketahanan pangan lokal dan memperkuat struktur pertanian berbasis teknologi.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Buleleng menunjukkan bahwa pada Juni 2025, Singaraja mencatat inflasi sebesar 0,37% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 2,79% secara tahunan (year-on-year/yoy). Penyumbang utama inflasi bulanan adalah komoditas cabai rawit, tomat, dan sawi hijau, sedangkan beras dan daging babi mendominasi inflasi tahunan.
Namun demikian, potensi penurunan inflasi juga tetap terbuka. Risiko penurunan atau downside risk diperkirakan datang dari sejumlah faktor positif seperti tambahan pasokan bawang merah dari NTB dan Bali, percepatan distribusi produk MinyaKita, serta akselerasi penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Keseluruhan langkah yang ditempuh Bank Indonesia menunjukkan adanya upaya serius dalam menjaga stabilitas harga di tingkat daerah, khususnya melalui penguatan sektor pertanian. Dengan menggabungkan pendekatan struktural dan dukungan teknologi, serta membangun kolaborasi lintas pemangku kepentingan, diharapkan upaya ini dapat memperkuat daya tahan pangan masyarakat sekaligus menjaga inflasi tetap terkendali.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
BRI Dukung Program Rumah Terjangkau
- 28 Juli 2025
2.
Rekomendasi Rumah Murah Subsidi di Banjarnegara
- 28 Juli 2025
3.
Harga BBM Stabil Jelang Akhir Juli
- 28 Juli 2025
4.
Energi Ramah Lingkungan Kian Diminati Generasi Muda
- 28 Juli 2025
5.
Manfaat Olahraga untuk Kualitas Tidur
- 28 Juli 2025