
JAKARTA - Kebijakan tarif impor yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, telah memunculkan kekhawatiran akan potensi gangguan terhadap sektor jasa keuangan Indonesia. Meski dampaknya saat ini dinilai masih terbatas, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak tinggal diam dan mulai menyiapkan langkah-langkah antisipatif untuk menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mencermati perkembangan situasi global tersebut. Meskipun saat ini belum terlihat gejolak besar di pasar, Mahendra mengatakan pasar masih dalam proses mencerna potensi dampak dari kebijakan tersebut.
"Pasar mungkin masih mencerna kemungkinan yang bakal terjadi," ungkap Mahendra dalam keterangannya. Ia juga berharap bahwa hingga tenggat waktu pada 1 Agustus 2025, terdapat kemungkinan perubahan sikap dari pihak Amerika Serikat terkait kebijakan tarifnya.
Baca Juga
Reaksi pasar kali ini disebut Mahendra berbeda dengan situasi saat kebijakan tarif tersebut pertama kali diumumkan beberapa bulan sebelumnya. Ketika itu, volatilitas pasar keuangan domestik langsung meningkat cukup signifikan sebagai respons atas kebijakan yang dinilai mengejutkan dan berdampak luas tersebut.
Mengantisipasi gejolak serupa, OJK bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelumnya telah menerapkan sejumlah kebijakan responsif. Beberapa di antaranya masih berlaku hingga kini sebagai langkah preventif jika kondisi pasar kembali bergejolak.
"Misalnya kebijakan transaksi efek atau terkait pengelolaan investasi, serta relaksasi bagi pelaku industri yang dapat diterapkan sewaktu-waktu," terang Mahendra.
Salah satu kebijakan yang masih diterapkan hingga saat ini adalah kebolehan bagi emiten untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham tanpa perlu mengantongi persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ini dinilai penting untuk menjaga stabilitas harga saham serta meningkatkan kepercayaan investor di tengah ketidakpastian global.
Selain itu, OJK juga mengambil langkah untuk menunda implementasi transaksi pembiayaan short selling oleh perusahaan efek. Penundaan ini dilakukan sebagai bagian dari langkah mitigasi risiko di tengah situasi pasar yang belum sepenuhnya stabil.
"Kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan akan menjaga kepercayaan investor," tambah Mahendra. Menurutnya, langkah-langkah tersebut penting untuk memastikan sistem keuangan tetap dalam kondisi yang sehat dan terkendali, khususnya ketika menghadapi tekanan eksternal yang bersifat global.
Tidak hanya fokus pada kebijakan pasar modal, OJK juga telah memberikan instruksi kepada lembaga jasa keuangan di berbagai bidang untuk aktif melakukan asesmen risiko. Setiap institusi diminta melakukan pemetaan terhadap potensi gangguan serta menjalankan uji ketahanan (stress test) secara berkala.
Langkah ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana kekuatan permodalan dan kecukupan likuiditas masing-masing lembaga jika harus menghadapi tekanan lebih besar akibat kebijakan tarif dari AS.
"Sektor jasa keuangan diminta untuk terus memantau kinerja debitur," jelas Mahendra. Ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap sektor-sektor ekonomi tertentu yang kemungkinan besar akan terdampak langsung oleh kebijakan perdagangan internasional yang lebih ketat.
Dengan ketidakpastian yang menyelimuti kebijakan luar negeri AS, terutama terkait kebijakan tarif, OJK menegaskan akan tetap mengikuti arah kebijakan resmi pemerintah Indonesia. Dalam hal ini, OJK akan bersikap proaktif dan menjalin koordinasi erat dengan pihak-pihak terkait di pemerintahan untuk menyusun langkah-langkah mitigasi yang diperlukan.
"Kami secara proaktif akan berkoordinasi dengan pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan langkah mitigasi di sektor jasa keuangan," ungkap Mahendra.
Langkah-langkah yang diambil OJK ini mencerminkan keseriusan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional di tengah dinamika ekonomi global. Ketika tekanan eksternal datang dari arah kebijakan ekonomi negara maju seperti Amerika Serikat, kesiapan dalam merespons menjadi faktor kunci dalam mempertahankan kepercayaan pelaku pasar.
Mahendra berharap kondisi ini bisa ditangani dengan kepala dingin dan langkah kebijakan yang tepat. Pasar diharapkan tidak bereaksi berlebihan, melainkan tetap menilai situasi berdasarkan fakta dan analisis risiko yang masuk akal.
Dengan strategi antisipatif ini, diharapkan sektor jasa keuangan nasional dapat terus berjalan stabil dan mampu memberikan dukungan optimal bagi pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Meskipun tekanan eksternal tidak bisa dihindari sepenuhnya, kesiapan dalam menghadapi risiko akan menjadi modal utama dalam menjaga ketahanan sistem keuangan nasional.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.