Semangat Petani Tembakau Sumenep Tak Surut Hadapi Kemarau Basah

Semangat Petani Tembakau Sumenep Tak Surut Hadapi Kemarau Basah
Semangat Petani Tembakau Sumenep Tak Surut Hadapi Kemarau Basah

JAKARTA  — Cuaca yang tak kunjung stabil kembali menampar harapan petani tembakau di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Hujan yang terus mengguyur di tengah musim yang seharusnya sudah kering memicu kekhawatiran gagal panen, menyebabkan kerugian besar, dan membuat harapan petani kembali layu. Fenomena kemarau basah tahun ini telah menggagalkan banyak upaya tanam ulang yang dilakukan para petani.

Di beberapa kecamatan sentra tembakau seperti Gapura dan Ganding, para petani mengaku frustrasi karena bibit tembakau yang mereka tanam justru terendam air akibat hujan terus-menerus. Musim kemarau yang idealnya menjadi waktu tanam, justru berubah menjadi bencana karena curah hujan masih tinggi.

"Saya sudah tiga kali tanam bibit tembakau, semuanya gagal karena hujan terus mengguyur," ujar Marhuni, seorang petani di Desa Banjar Barat, Kecamatan Gapura.

Baca Juga

PGN Kenalkan Energi Bersih di Sekolah Dasar

Cuaca Tak Stabil, Bibit Tembakau Membusuk

Dalam kondisi normal, awal musim kemarau adalah waktu yang ditunggu-tunggu petani tembakau. Curah hujan yang minim dan sinar matahari yang cukup sangat dibutuhkan agar tanaman tembakau tumbuh maksimal. Namun, pola cuaca 2025 yang tidak menentu, dipengaruhi oleh anomali iklim dan fenomena seperti sunspot, mengganggu seluruh siklus tanam.

Petani di Sumenep yang telah terlanjur mengolah lahan dan menanam bibit, kini hanya bisa melihat tanaman mereka rusak akibat terendam air. Akibatnya, banyak dari mereka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mencoba menanam ulang, tanpa jaminan keberhasilan.

“Sudah habis banyak uang untuk pengolahan lahan dan beli bibit, sekarang tanaman malah mati. Kalau gagal panen, bisa rugi besar,” ungkap Samhari, petani dari Desa Gadu Barat, Kecamatan Ganding.

Ia juga menyoroti bahwa kondisi ini berpotensi mengganggu ketersediaan tembakau lokal di pasaran, yang kemudian bisa memicu lonjakan harga atau kelangkaan bahan baku tembakau.

Produksi Meningkat, Tapi Risiko Tetap Besar

Data dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Sumenep menyebutkan bahwa hingga pertengahan Juni 2025, telah tercatat sekitar 14.000 hektare lahan yang ditanami tembakau, dari total potensi 21.000 hektare. Ini menunjukkan peningkatan luas tanam dibanding tahun sebelumnya.

Namun, peningkatan tersebut tidak serta-merta menjamin hasil panen yang memadai. Dengan kondisi cuaca seperti sekarang, risiko gagal panen tetap menghantui.

Kepala DKPP Sumenep, Chainur Rasyid, membenarkan hal tersebut. Ia menyatakan bahwa pemerintah mendorong petani untuk tetap menanam, namun mengakui bahwa faktor harga dan cuaca tidak sepenuhnya bisa dikendalikan.

“Silakan tanam sebanyak mungkin. Tapi soal harga, kami tidak bisa menjamin. Itu tergantung mekanisme pasar dan kebutuhan pabrikan,” ujarnya.

Pernyataan ini menegaskan bahwa meskipun ada dukungan dalam bentuk penyuluhan dan pemantauan dari pemerintah daerah, para petani tetap harus menghadapi risiko besar secara mandiri, baik dari sisi iklim maupun pasar.

Dampak Ekonomi dan Sosial

Di wilayah seperti Sumenep, di mana tembakau merupakan komoditas unggulan dan sumber penghidupan utama ribuan petani, kegagalan panen bukan hanya menjadi masalah pertanian, tetapi juga krisis ekonomi mikro. Biaya produksi yang tinggi—mencakup pengolahan lahan, pembelian bibit, pupuk, dan tenaga kerja—tidak sebanding dengan pendapatan yang mungkin tak jadi diterima.

Jika tren cuaca ini terus berlanjut, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh petani, tetapi juga oleh ekosistem ekonomi di sekitarnya, seperti pedagang pupuk, buruh tani musiman, hingga pengangkut hasil panen.

Selain itu, pasokan tembakau untuk industri kretek dan pabrikan nasional juga bisa terganggu. Ketersediaan tembakau lokal yang menurun dapat memicu pabrikan mencari alternatif impor, yang pada akhirnya akan merugikan petani dalam jangka panjang.

Solusi dan Harapan Petani

Sejauh ini, belum ada intervensi konkret dari pemerintah pusat dalam bentuk bantuan darurat atau subsidi khusus untuk petani tembakau yang terdampak cuaca ekstrem. Sementara itu, para petani berharap ada kebijakan yang memberikan perlindungan harga atau asuransi pertanian untuk menekan risiko gagal panen.

Sebagian petani bahkan mulai mempertimbangkan untuk mengalihkan tanaman mereka ke komoditas yang lebih tahan terhadap cuaca lembap, meskipun itu berarti meninggalkan komoditas utama yang telah mereka andalkan selama bertahun-tahun.

“Kami ini petani kecil. Kalau gagal panen terus, bisa bangkrut. Harapan kami ada bantuan atau minimal harga jual bisa dijamin,” kata Samhari.

Kondisi cuaca yang semakin tidak menentu akibat perubahan iklim global kini memberikan tantangan nyata bagi petani, terutama yang mengandalkan pola tanam musiman seperti tembakau. Di Sumenep, para petani terus berjibaku dengan kondisi yang tak menentu—antara harapan hasil panen dan risiko kerugian.

Dalam jangka panjang, dibutuhkan strategi nasional untuk mengatasi dampak kemarau basah dan pola cuaca ekstrem yang kini makin sering terjadi. Perlindungan terhadap petani melalui subsidi input, asuransi gagal panen, serta diversifikasi komoditas bisa menjadi langkah penting untuk memastikan ketahanan ekonomi pedesaan tetap terjaga.

Sindi

Sindi

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Tablet Samsung Terbaik 2025 untuk Beragam Kebutuhan

Tablet Samsung Terbaik 2025 untuk Beragam Kebutuhan

Rekomendasi HP Oppo 2025, Murah dan Canggih

Rekomendasi HP Oppo 2025, Murah dan Canggih

Xiaomi 15T Pro, HP Kencang dengan Kamera Unggulan

Xiaomi 15T Pro, HP Kencang dengan Kamera Unggulan

6 Gadget Blibli yang Lagi Diskon Juli Ini

6 Gadget Blibli yang Lagi Diskon Juli Ini

PGN Kenalkan Energi Bersih di Sekolah Dasar

PGN Kenalkan Energi Bersih di Sekolah Dasar