
JAKARTA - DJ Hidayat WS, atau yang akrab disapa Abah, 65 tahun, menghabiskan masa tuanya dengan menggeluti bisnis budidaya tikus putih. Bisnis ini sebelumnya menjadi tumpuan hidup dan sumber penghasilan yang cukup menjanjikan bagi Abah. Namun, sejak pandemi COVID-19 melanda, usaha yang sudah dijalankan selama bertahun-tahun itu mulai mengalami kemerosotan yang cukup signifikan.
Penurunan Permintaan yang Drastis Setelah Pandemi
Abah menceritakan, sebelum pandemi, permintaan tikus putih cukup stabil dan bahkan terus meningkat. Tikus putih banyak dibutuhkan oleh berbagai kalangan, mulai dari peneliti laboratorium, pelaku bisnis pakan hewan peliharaan, hingga para pecinta reptil yang memerlukan tikus sebagai pakan alami. “Sebelum pandemi, setiap bulan saya bisa mengirimkan ratusan ekor tikus ke berbagai daerah. Tapi sekarang, pesanan menurun drastis, kadang sepi sama sekali,” ujarnya.
Baca JugaPenyaluran KUR BRI Dukung Ketahanan Pangan dan Ekonomi Rakyat
Menurut Abah, pandemi menyebabkan banyak institusi penelitian dan laboratorium mengurangi kegiatan mereka, sehingga permintaan tikus untuk keperluan riset ikut berkurang. “Banyak laboratorium dan institusi riset yang mengurangi anggaran dan menunda proyek-proyeknya, itu sangat berdampak pada bisnis saya,” jelasnya.
Proses Budidaya yang Masih Menjadi Tantangan
Abah menyiapkan satu ruangan khusus di rumahnya untuk membudidayakan tikus putih. Dalam ruangan tersebut terdapat beberapa boks yang diisi berbagai jenis tikus putih yang ia pelihara dengan penuh perhatian. Kualitas tikus tetap dijaga agar sehat dan siap dikirim kapan saja, karena pelanggan sangat memperhatikan kondisi tikus yang dibeli.
Namun, dengan menurunnya permintaan, beberapa boks terpaksa dibiarkan kosong karena jumlah tikus yang diternakkan menyesuaikan kebutuhan pasar yang semakin mengecil. “Saya harus pintar-pintar mengatur pembiakan supaya tidak terlalu banyak menimbun tikus yang tidak terjual. Kalau tidak, biaya pakan dan perawatan malah bikin rugi,” terang Abah.
Perubahan Pola Konsumsi dan Pasar yang Semakin Sulit
Selain penurunan permintaan di sektor riset, bisnis Abah juga menghadapi tantangan dari perubahan pola konsumsi pasar hewan peliharaan. Menurut Abah, beberapa pemilik reptil kini mulai beralih ke pakan alternatif yang lebih murah dan mudah didapatkan, sehingga kebutuhan mereka terhadap tikus putih menurun.
“Dulu, tikus putih jadi pilihan utama untuk pakan ular atau kadal peliharaan. Sekarang, banyak yang beralih ke pakan buatan atau bahkan tikus hidup dari sumber lain yang lebih murah. Ini membuat usaha saya makin berat,” katanya.
Hal ini memperlihatkan bahwa bisnis budidaya tikus putih sangat bergantung pada pasar yang cukup niche dan sensitif terhadap perubahan tren konsumsi.
Kerugian Materi yang Terasa dan Ancaman Gagal Panen
Salah satu petani budidaya tikus putih yang juga merasakan dampak tersebut adalah Abah. Dia menyebutkan bahwa kerugian bukan hanya berupa pendapatan yang menurun, tapi juga biaya yang sudah dikeluarkan untuk pakan, perawatan, dan operasional.
“Saya keluarkan modal banyak untuk membeli pakan dan menjaga kesehatan tikus. Kalau tikus tidak laku, modal itu terbuang sia-sia. Saya sampai harus mengurangi produksi supaya tidak semakin rugi,” ungkapnya.
Dampak dari situasi ini juga menimbulkan kekhawatiran akan keberlanjutan usaha budidaya tikus putih secara umum. Apabila tren permintaan terus melemah, banyak peternak yang berisiko gulung tikar.
Harapan dan Strategi untuk Bangkit Kembali
Meski menghadapi masa sulit, Abah masih menyimpan harapan besar untuk membangkitkan kembali bisnisnya. Ia berencana memperluas jaringan pemasaran dengan mencoba menjual tikus putih ke daerah-daerah baru yang belum terjamah dan mencoba menjalin kerja sama dengan bisnis-bisnis yang membutuhkan pakan alami.
“Saya yakin masih ada pasar untuk tikus putih asal kita mau berusaha dan terus beradaptasi. Saya juga sedang mencoba mengembangkan metode pemeliharaan yang lebih efisien agar biaya produksi bisa ditekan,” jelas Abah dengan semangat.
Pentingnya Dukungan dan Inovasi dalam Usaha Budidaya
Para pelaku usaha serupa juga menyuarakan perlunya dukungan dari pemerintah maupun komunitas agar bisnis budidaya tikus putih tidak hilang begitu saja. Dukungan bisa berupa penyediaan pelatihan teknologi budidaya terbaru, bantuan pemasaran, dan kemudahan akses permodalan.
“Inovasi dan adaptasi sangat penting agar usaha ini bisa bertahan di tengah persaingan dan perubahan pasar. Jika tidak, akan sulit bagi peternak kecil untuk bertahan,” kata Abah.
Semangat dan Inovasi Kunci Bertahan di Bisnis Budidaya Tikus Putih
Budidaya tikus putih memang usaha yang cukup niche dan menantang, tetapi memiliki peluang bagus jika dikelola dengan tepat. Kualitas produk dan kemampuan menjangkau pasar baru menjadi kunci keberhasilan usaha ini.
Kisah Abah menggambarkan betapa pentingnya ketekunan dan semangat dalam menghadapi masa-masa sulit. “Bisnis ini adalah bagian hidup saya, saya tidak akan mudah menyerah,” tutupnya penuh harap.
Bisnis budidaya tikus putih yang sempat berjaya kini harus menghadapi kenyataan pahit akibat pandemi dan perubahan pasar. Namun, dengan inovasi dan dukungan yang tepat, usaha ini berpeluang bangkit dan kembali menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan.
Apakah Anda tertarik menggali peluang usaha budidaya tikus putih? Kisah Abah bisa menjadi inspirasi dan pelajaran berharga untuk memulai atau mengembangkan bisnis serupa dengan strategi yang lebih matang dan adaptif.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
WhatsApp Windows Kini Berbasis Web
- 25 Juli 2025
2.
Harga BYD Atto 1 di Berbagai Daerah 2025
- 25 Juli 2025
3.
Kecantikan Alami Lewat Inovasi Bio Galvera
- 25 Juli 2025
4.
Pesan Dokter: Nyeri Gigi Jangan Dianggap Remeh
- 25 Juli 2025
5.
Whale Crypto Serbu Ethereum Hari Ini
- 25 Juli 2025