
JAKARTA - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un, menekankan perlunya percepatan kemampuan nuklir negaranya di tengah meningkatnya latihan militer gabungan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan. Pernyataan ini disampaikan pada Selasa, 19 Agustus 2025, melalui kantor berita resmi KCNA, dan menggarisbawahi kekhawatiran Pyongyang terhadap potensi konflik di Semenanjung Korea.
Kim menegaskan bahwa penguatan aliansi militer AS-Korea Selatan dan unjuk kekuatan mereka menjadi bukti nyata adanya niat menyalakan perang. “Penguatan aliansi militer AS-ROK (Korea Selatan) dan unjuk kekuatan adalah bukti paling nyata dari niat mereka menyalakan perang,” ujar Kim Jong-Un.
Percepatan Nuklirisasi Menjadi Strategi
Baca Juga
Menurut Kim, situasi saat ini menuntut “perubahan radikal dan cepat dalam teori serta praktik militer yang ada, serta percepatan nuklirisasi.” Pernyataan itu disampaikan saat ia meninjau kapal perusak angkatan laut Choe Hyon pada Senin, di mana Kim menerima laporan mengenai sistem persenjataan kapal tersebut.
Pemimpin Korut mengaku puas dengan kemajuan rencana modernisasi angkatan laut yang ditargetkan memiliki teknologi tinggi sekaligus kemampuan nuklir, dengan evaluasi rencana dijadwalkan pada Oktober mendatang. Langkah ini menunjukkan tekad Pyongyang untuk memperkuat pertahanan nasional sambil menegaskan posisi strategisnya di kawasan.
Latihan Militer Bersama AS-Korea Selatan
Sementara itu, latihan militer gabungan Amerika Serikat dan Korea Selatan, Ulchi Freedom Shield, dimulai pada Senin dan berlangsung selama sebelas hari. Latihan ini mencakup berbagai skenario ancaman, termasuk uji tembak langsung skala besar. Militer AS menegaskan bahwa kegiatan tersebut bersifat defensif, bertujuan menjaga stabilitas kawasan dan kesiapan menghadapi ancaman.
Meski dinyatakan defensif, latihan militer ini tetap menjadi perhatian Pyongyang. Kim Jong-Un memandang kegiatan tersebut sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan dan keamanan negaranya, yang menjadi alasan percepatan program nuklirnya.
Komitmen Korea Selatan pada Dialog
Di sisi lain, Presiden Korea Selatan, Lee Jae Myung, berkomitmen untuk membangun kepercayaan militer dengan Korea Utara. Pada Jumat lalu, Lee menyatakan niatnya untuk “menghormati” sistem politik Korea Utara dan mendorong dialog tanpa prasyarat.
Pendekatan ini berbeda dengan kebijakan keras pendahulu Lee, yang lebih menekankan tekanan diplomatik. Lee, yang terpilih pada Juni 2025, menekankan pentingnya komunikasi untuk mencegah eskalasi konflik dan memastikan stabilitas di Semenanjung Korea.
Tanggapan Kim Yo-Jong terhadap Selatan
Meski ada upaya diplomasi dari Seoul, Kim Yo-Jong, adik Kim Jong-Un, menegaskan bahwa Korea Utara “tidak memiliki kehendak” untuk meningkatkan hubungan dengan Selatan saat ini. Ia juga membantah laporan bahwa Pyongyang telah mencabut pengeras suara propaganda di perbatasan, menegaskan sikap tegas negara terhadap pihak luar.
Pernyataan ini memperjelas bahwa Pyongyang tetap mempertahankan posisi kerasnya, walaupun ada inisiatif untuk dialog dari pihak Korea Selatan. Sikap ini menjadi penanda bahwa kebijakan militer dan nuklir Korut tetap menjadi prioritas utama.
Modernisasi Kapal Perusak Choe Hyon
Peninjauan Kim Jong-Un ke kapal perusak Choe Hyon menyoroti fokus pada modernisasi pertahanan laut. Kapal ini dilaporkan dilengkapi dengan sistem persenjataan terbaru, yang dianggap penting dalam mendukung strategi pertahanan nasional.
Modernisasi ini selaras dengan rencana jangka panjang Pyongyang untuk membangun angkatan laut yang tidak hanya berteknologi tinggi, tetapi juga memiliki kemampuan nuklir sebagai pencegah ancaman eksternal. Evaluasi resmi terhadap kesiapan kapal ini direncanakan pada Oktober, menandai target konkret dalam agenda militer Korut.
Signifikansi Strategi Nuklir Bagi Korut
Percepatan nuklirisasi bukan hanya soal kekuatan militer semata, tetapi juga simbol politik dan diplomasi Pyongyang. Dengan memiliki kemampuan nuklir yang cepat dan terukur, Korea Utara menegaskan posisinya di kancah internasional dan menyoroti perlunya menghormati keamanan serta kedaulatannya.
Program ini juga mencerminkan strategi defensif sekaligus pencegahan, di mana Korut ingin menegaskan bahwa mereka siap menghadapi ancaman eksternal tanpa mengorbankan stabilitas internal.
Dinamika Politik dan Militer Kawasan
Situasi saat ini menunjukkan adanya ketegangan yang kompleks antara upaya diplomasi Korea Selatan dan strategi militer Korea Utara. Latihan gabungan AS-Korea Selatan menjadi pemicu bagi Pyongyang mempercepat program nuklirnya, sementara Seoul berusaha menjaga jalur komunikasi tetap terbuka.
Keseimbangan antara tekanan militer dan upaya diplomasi ini menjadi tantangan utama bagi keamanan regional. Korea Utara menegaskan bahwa modernisasi militer dan nuklir tetap menjadi prioritas, sementara Korea Selatan mengutamakan dialog dan pembangunan kepercayaan sebagai strategi mencegah konflik.
Nuklir dan Stabilitas Regional
Kim Jong-Un menegaskan perlunya percepatan kemampuan nuklir untuk menghadapi potensi ancaman dari latihan militer gabungan AS-Korea Selatan. Langkah ini selaras dengan modernisasi angkatan laut dan penguatan pertahanan nasional.
Sementara itu, Korea Selatan berkomitmen pada dialog dan membangun kepercayaan, tetapi respons Pyongyang tetap tegas. Dinamika ini menegaskan bahwa keamanan dan stabilitas kawasan memerlukan keseimbangan antara kesiapan militer dan komunikasi diplomatik.
Dengan strategi nuklir yang dipercepat dan modernisasi militer yang berlanjut, Korea Utara menegaskan posisi strategisnya di kawasan, sekaligus memberi tekanan pada pihak luar untuk menghormati kedaulatannya.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
BSI Tebar Promo Menarik Sambut HUT RI ke 80
- 19 Agustus 2025
2.
KUR BCA 2025 Pinjaman Mudah UMKM Tumbuh
- 19 Agustus 2025
3.
KUR BNI 2025 Bunga Rendah Modal UMKM
- 19 Agustus 2025
4.
Update Harga Emas Antam Selasa, 19 Agustus 2025
- 19 Agustus 2025
5.
Bangkit Usai PHK Lewat Bisnis Digital Kreatif
- 19 Agustus 2025