JAKARTA - Langkah Bank Indonesia dalam memperkuat sistem pembayaran nasional terus berlanjut dengan pengembangan Payment ID, sebuah infrastruktur baru yang memungkinkan seluruh aktivitas transaksi keuangan masyarakat Indonesia dapat terpantau secara terintegrasi. Rencana implementasi bertahap sistem ini dijadwalkan mulai berlangsung pada tahun 2026, menandai babak baru dalam transformasi digital sektor keuangan Indonesia.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Dicky Kartikoyono, menyampaikan bahwa Payment ID merupakan bagian dari pengembangan data dalam sistem pembayaran nasional. Dalam pernyataan resminya, ia menjelaskan bahwa peluncuran awal akan dilakukan melalui fase eksperimentasi.
“Payment ID sebagai bagian dari pengembangan infrastruktur data SP akan dimplementasikan secara bertahap mulai 2026,” jelas Dicky.
Fase awal pengembangan ini akan difokuskan pada tahap uji coba atau eksperimentasi yang terbatas. Tujuannya adalah untuk menguji model bisnis, serta mekanisme pembentukan dan pemanfaatan Payment ID secara menyeluruh. Salah satu kasus penggunaan (use case) dalam eksperimen ini adalah penyaluran bantuan sosial (bansos) sebagai bagian dari dukungan terhadap program digitalisasi yang sedang dijalankan pemerintah.
Dalam penjelasannya, Dicky menekankan bahwa Payment ID akan dikembangkan sebagai identitas unik (unique identifier) yang dapat merepresentasikan pelaku dalam sistem pembayaran, baik individu maupun entitas. Identitas ini akan digunakan untuk memperkuat integritas transaksi, memperluas inklusi keuangan, serta membantu dalam perumusan kebijakan moneter dan sistem pembayaran.
Format Payment ID dirancang terdiri dari 9 digit alfanumerik, yang dibentuk berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang telah di-hash dengan teknologi enkripsi terkini. Model ini dirancang untuk memastikan perlindungan data pribadi sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Adapun prinsip keamanan data menjadi perhatian utama. Pembentukan dan pemanfaatan Payment ID dilakukan dengan berlandaskan pada ketentuan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Salah satu prinsip utama adalah bahwa riwayat transaksi atau payment history hanya boleh dimanfaatkan setelah memperoleh persetujuan eksplisit dari individu pemilik data.
Dicky menyampaikan bahwa dengan pelaksanaan yang bertahap, sistem ini diharapkan memberikan manfaat luas bagi seluruh pemangku kepentingan. Bagi pemerintah, Payment ID akan menjadi pendorong penting dalam transformasi digital dan turut mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Bagi pemerintah, hal ini akan mendukung program transformasi digital pemerintah dan pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Dicky.
Selain itu, bagi Bank Indonesia sendiri, sistem ini memperkuat kapabilitas sebagai bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem pembayaran, mencapai stabilitas nilai tukar rupiah, serta memperkokoh sistem keuangan nasional secara menyeluruh.
Bagi sektor industri, khususnya penyedia jasa keuangan, Payment ID menjadi alat penting dalam menjaga integritas transaksi serta menjamin sistem keuangan yang berbasis pada kepercayaan (built on trust). Dalam jangka panjang, ini diyakini akan meningkatkan transparansi serta efisiensi dalam interaksi antar-lembaga keuangan.
Sementara itu, dari sisi masyarakat, keberadaan Payment ID berpotensi memberikan akses yang lebih luas terhadap pembiayaan. Dengan terbentuknya riwayat pembayaran (payment history) yang terekam secara sistematis, masyarakat dapat menunjukkan jejak keuangan yang sehat, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam penilaian kelayakan kredit dan akses terhadap layanan keuangan lainnya.
Payment ID sendiri akan menjadi identitas pembayaran tunggal yang terintegrasi langsung dengan NIK. Artinya, semua transaksi baik melalui perbankan, perusahaan pembiayaan (multifinance), dompet digital (e-wallet), uang elektronik, hingga pinjaman online (pinjol) dapat terhubung dan dipantau melalui sistem ini oleh Bank Indonesia.
Sebelumnya, Dudi Dermawan, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, juga menjelaskan peran penting Payment ID dalam mengintegrasikan seluruh aktivitas keuangan ke dalam satu identitas. Hal ini memungkinkan BI untuk memiliki informasi lengkap terkait profil keuangan seseorang.
Misalnya, melalui Payment ID, BI dapat mengetahui apakah seseorang memiliki lebih dari satu rekening bank, mengakses fasilitas kredit dari multifinance, memiliki akun e-wallet, hingga menggunakan layanan pinjol. Tidak hanya itu, sistem ini juga akan memuat data transaksi, aktivitas transfer, jumlah pendapatan yang diterima, utang atau kewajiban finansial, hingga alokasi investasi seseorang.
Dudi menjelaskan bahwa data ini dapat menjadi parameter utama dalam menilai kesehatan keuangan seseorang. BI akan dapat menilai apakah rasio pinjaman terhadap penghasilan seseorang masih dalam batas aman, serta mengidentifikasi potensi risiko terkait aktivitas keuangan, terutama yang berhubungan dengan penggunaan layanan berisiko tinggi seperti pinjol ilegal.
Langkah ini, meskipun masih dalam tahap awal dan eksperimental, mencerminkan visi Bank Indonesia dalam membangun sistem keuangan digital yang andal dan inklusif. Penerapan Payment ID diyakini akan mendukung transparansi dan efisiensi sistem pembayaran, sekaligus memperkuat fondasi pengawasan berbasis data.
Payment ID berpotensi menjadi infrastruktur penting dalam mendukung arsitektur sistem keuangan nasional berbasis teknologi dan data. Dengan implementasi yang tepat dan pengawasan yang ketat, sistem ini diharapkan menjadi motor penggerak integrasi digital di sektor keuangan sekaligus menjawab tantangan baru dalam pengelolaan ekonomi digital yang terus berkembang.