JAKARTA - Tidak banyak yang menyangka bahwa lahan kering dan tandus di Desa Lele, Morowali, Sulawesi Tengah, mampu disulap menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan. Tingkat keasaman tanah yang rendah, yakni sekitar pH empat koma, awalnya membuat lahan ini tampak tidak layak untuk pertanian. Namun, keterbatasan justru menjadi pendorong lahirnya inovasi dan kerja keras dari para warga setempat.
Kini, di atas lahan seluas setengah hektar tersebut, berbagai sayuran seperti sawi hijau, kacang panjang, dan terong tumbuh dengan subur. Bahkan sebagian area lainnya tengah dipersiapkan untuk penanaman tomat dan cabai. Hasil panen dari kebun ini pun sudah menyuplai 50 persen kebutuhan sayur di kawasan industri PT IMIP yang selama ini bergantung pada pasokan dari luar Morowali.
Dalam kunjungan media ke PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), para peserta diajak langsung melihat kebun kelompok tani dan bertemu Sukarno, pendamping dari Kelompok Tani Berkah Mombula. Ia mengisahkan perjalanan pertanian mereka yang dimulai sejak 2021.
"Awal mula kami bertani, memang dasarnya dari tani. Memang betul kami tinggal di wilayah industri, tetapi konsepnya kami ingin tetap bertani," ujar Sukarno.
Motivasi untuk meningkatkan perekonomian menjadi pemicu utama mereka dalam mengelola lahan ini. Dukungan dari PT IMIP sejak 2021 menjadi titik balik penting. Tidak hanya memberikan perhatian, perusahaan ini juga terlibat dalam pengawalan, pendampingan, dan evaluasi, yang akhirnya mengantarkan terbentuknya kelompok tani pertama di Kecamatan Bahodopi.
Meski kondisi awal lahan sangat sulit, dengan pH empat koma yang tergolong rendah dan hanya mengandalkan air hujan serta sumur sebagai sumber irigasi, semangat kelompok tani tidak surut. Ketika PT IMIP memberikan bantuan berupa alat pertanian, kapur untuk menaikkan pH tanah, dan pupuk gratis, optimisme para petani pun semakin membara.
Delapan jenis komoditas hortikultura kini rutin ditanam. Dalam waktu tiga bulan sekali, para petani sudah bisa panen. Hasil kerja keras itu menginspirasi terbentuknya enam kelompok tani baru di desa yang sama.
"Kerja keras kelompok tani Berkah Mombula kini telah memberikan hasil, dengan jarak panen sekali dalam 3 bulan. Total penghasilannya mencapai 15 hingga 30 juta rupiah, itupun hanya 50 persen hasil panen dijual untuk kebutuhan pangan perusahaan dan selebihnya dijual di pasar," terang Sukarno.
Rahmad, Ketua Kelompok Tani Berkah Mombula, menyampaikan bahwa perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci awal. Keinginan kuat untuk membentuk kelompok tani dan menggarap lahan secara maksimal kini membuahkan hasil.
"Dari penghasilan sendiri untuk teman-teman petani, di angka Rp15 juta sampai Rp30 juta per bulan per satu orang petani. Sebagian dari rupiah itu dikeluarkan untuk biaya bibit, biaya pupuk," ujar Rahmad.
Sebelumnya, aktivitas bertani dilakukan berpindah-pindah, dan sering kali hasil panen tidak terjual karena harga yang fluktuatif. Kini, dengan adanya kerja sama bersama PT IMIP, para petani justru mengalami kekurangan stok karena permintaan perusahaan yang tinggi dan adanya standar kualitas yang diterapkan.
"Jadi begini, kalau IMIP ini maksudnya kan ada standar kualitas barang yang harus masuk. Maka yang masuk standar yang bisa dikirim ke kawasan IMIP," kata Fery, sapaan akrab Rahmad.
"Nah, yang di bawah standar lempar ke pasar. Alhamdulillah dengan adanya IMIP, sayur-sayur teman petani tidak lagi terbuang," imbuhnya.
Kelompok Tani Berkah Mombula terdiri dari petani lokal dan pendatang yang sudah menetap di Desa Lele. Menariknya, 40 persen anggotanya adalah anak muda. Mereka mulai tertarik mengembangkan pertanian, termasuk melalui metode hidroponik.
"Kita lihat anak-anak muda minatnya lebih banyak ke tanaman hidroponik, yang sebelumnya belum ada," jelasnya.
“Namun dengan adanya Pak Tarno yang paham tentang SOP hidroponik, teman-teman anak muda yang mungkin kurang berminat di bertani tanah justru digenjot di hidroponik. Itu semua sekarang sudah berjalan," tambahnya.
Semangat gotong royong dan ketekunan kelompok tani kini menjadi bukti nyata bahwa kerja keras akan menghasilkan perubahan besar. Tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan PT IMIP, hasil panen juga menjadi pemasukan tetap yang berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
Staf CSR PT IMIP, Tarya, menyebut Kelompok Tani Berkah Mombula sebagai bentuk nyata pemberdayaan masyarakat. Kini mereka telah menjadi mitra resmi perusahaan untuk memasok berbagai komoditas hortikultura.
"Teman-teman dari Kelompok Tani Berkah Mombula sudah bertani sejak 2021. Hasilnya hari ini 50 persen untuk kebutuhan pangan di kawasan perusahaan dan sisanya ke pasar. Itu salah satu bentuk pemberdayaan dari kemitraan kami,” ujar Tarya.
“Komoditas yang ditanam juga sudah menyesuaikan dengan kebutuhan di kawasan perusahaan. Contohnya Berkah Mombula bekerja sama untuk menyuplai misalnya tomat, kemudian juga sawi, terong, juga gambas, dan seterusnya,” lanjutnya.
Selain bercocok tanam, kelompok tani ini juga membudidayakan ikan nila merah dan nila hitam dalam enam kolam yang masing-masing berdiameter empat meter persegi. Setiap kolam menampung seribu benih. Dalam tiga bulan mendatang, hasil budidaya ini diprediksi siap panen dengan harga antara Rp40 ribu hingga Rp50 ribu per kilogram.
Untuk menekan biaya, kotoran ikan yang dihasilkan diolah kembali menjadi pakan alternatif. Keberhasilan kelompok ini menunjukkan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk berdaya. Dengan kolaborasi bersama industri, kelompok tani di Desa Lele kini telah menjadi tonggak baru dalam penguatan ekonomi masyarakat lokal.
Dengan kolaborasi bersama industri, kelompok tani di Desa Lele kini telah menjadi tonggak baru dalam penguatan ekonomi masyarakat lokal. Cerita ini membuktikan bahwa dengan tekad, dukungan, dan kerja sama yang berkelanjutan, lahan yang tadinya dianggap tidak bernilai bisa menjadi sumber keberkahan yang menghidupi banyak orang dan membuka jalan bagi masa depan pertanian berkelanjutan di Morowali dan sekitarnya.