JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) kini mengambil langkah tegas dalam reformulasi mekanisme penyusunan rencana kerja tambang. Salah satu langkah pentingnya adalah kebijakan terbaru terkait pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang kini diberlakukan secara tahunan.
Kebijakan ini menandai pergeseran penting dari aturan sebelumnya, di mana perusahaan tambang dapat mengajukan RKAB untuk jangka waktu tiga tahun sekaligus melalui sistem digitalisasi e-RKAB. Kini, mulai Oktober 2025, seluruh perusahaan tambang diwajibkan untuk kembali menyusun dan menyampaikan RKAB mereka untuk tahun 2026 secara tahunan, terlepas dari status persetujuan jangka panjang yang telah diperoleh sebelumnya.
Semua Perusahaan Wajib Ajukan Ulang RKAB 2026
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan bahwa meskipun beberapa perusahaan telah mengantongi persetujuan RKAB untuk tiga tahun, namun mereka tetap diwajibkan menyusun ulang untuk 2026.
"Nanti Oktober lanjutkan lagi. Ulang lagi untuk tahun 2026," ujar Tri.
Langkah ini bukan hanya formalitas administratif, tetapi mencerminkan penyesuaian terhadap dinamika sektor pertambangan yang terus berubah. Dengan mekanisme ini, pemerintah dapat memastikan bahwa rencana produksi, investasi, serta kegiatan tambang lain tetap relevan dengan kebutuhan dan perkembangan terkini.
Komitmen KESDM terhadap Evaluasi Tahunan
Kebijakan ini sejalan dengan hasil Rapat Kerja (Raker) antara pemerintah dan Komisi XII DPR RI. Dalam forum tersebut, Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menerima secara terbuka usulan untuk mengevaluasi RKAB setiap tahun.
"Mulai hari ini, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kami buat RKAB per tahun," ujar Bahlil.
Keterangan ini memperkuat bahwa perubahan tersebut tidak semata-mata berdasarkan penilaian internal kementerian, melainkan sebagai hasil dialog dan masukan antara pemerintah dengan legislatif. Ini juga memperlihatkan bagaimana regulasi pertambangan dijalankan secara kolaboratif.
Substansi PP Nomor 25 Tahun 2024
Sebagai payung hukum, perubahan ini tetap merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengatur tata cara penyusunan, penyampaian, serta persetujuan RKAB dan pelaporan kegiatan usaha pertambangan. Regulasi ini pada dasarnya mengakomodasi opsi pengajuan RKAB hingga tiga tahun, guna memberikan kepastian usaha dan menyederhanakan proses birokrasi.
Namun dalam praktiknya, ketentuan ini dinilai kurang adaptif terhadap gejolak pasar global. Karena itu, meskipun PP memberi ruang jangka panjang, pendekatan evaluasi tahunan dipilih agar perusahaan bisa lebih responsif terhadap dinamika harga komoditas, permintaan ekspor, dan kebijakan internasional.
Tantangan dan Peluang bagi Industri Tambang
Pengubahan frekuensi pengajuan RKAB dari tiga tahun menjadi satu tahun bukan tanpa tantangan. Bagi sejumlah perusahaan besar yang sudah menjalankan perencanaan jangka panjang, kebijakan ini tentu menuntut kesiapan administrasi dan strategis.
Namun di sisi lain, pendekatan ini memberi peluang untuk menyelaraskan target produksi dengan isu-isu terkini seperti keberlanjutan, dampak lingkungan, hingga tren permintaan mineral kritis global.
Secara umum, penyusunan ulang RKAB setiap tahun akan menciptakan sistem yang lebih fleksibel dan berbasis evaluasi berkala. Hal ini menjadi kunci bagi pemerintah dalam menjaga agar sektor pertambangan tetap kompetitif dan berkelanjutan.
Harapan atas Implementasi Efektif
Dengan diberlakukannya aturan baru ini mulai Oktober 2025, pemerintah berharap seluruh perusahaan tambang mampu menyusun RKAB 2026 secara tepat waktu. Pengajuan lebih awal juga akan membantu pemerintah dalam melakukan evaluasi teknis dan administratif secara menyeluruh, sehingga tidak terjadi penumpukan persetujuan di akhir tahun.
Selain itu, pendekatan tahunan juga diharapkan dapat mempermudah koordinasi antar pemangku kepentingan serta mendorong transparansi dan akuntabilitas lebih tinggi dalam sektor pertambangan.
Meningkatkan Respons Industri terhadap Perubahan Global
Salah satu pertimbangan mendasar di balik kebijakan ini adalah perlunya sektor tambang nasional untuk lebih adaptif terhadap perubahan pasar global. Di tengah kondisi pasar yang sangat dinamis, seperti fluktuasi harga logam, tekanan geopolitik, hingga kebijakan lingkungan internasional, pemerintah menilai penting untuk mempercepat siklus evaluasi dan pengambilan keputusan.
Dengan RKAB yang dievaluasi setiap tahun, pemerintah memiliki ruang intervensi lebih cepat apabila terjadi perubahan besar, sekaligus memberikan arahan agar perusahaan lebih agile dan selaras dengan tujuan strategis nasional.
Mewujudkan Tata Kelola Pertambangan Adaptif dan Efisien
Transformasi kebijakan RKAB menjadi tahunan merupakan bagian dari upaya memperkuat tata kelola sektor pertambangan nasional yang lebih adaptif, efisien, dan responsif terhadap tantangan global. Dengan pengajuan yang dimulai pada Oktober 2025, perusahaan tambang kini harus bersiap melakukan penyusunan ulang rencana kerjanya untuk tahun 2026.
Kebijakan ini tidak hanya menyangkut persoalan teknis administratif, tetapi juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjaga relevansi dan keberlanjutan industri tambang sebagai salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia.