JAKARTA - Kehadiran gadget di tengah keluarga saat ini tak bisa dipungkiri memberi manfaat besar bagi berbagai kebutuhan komunikasi, edukasi, hingga hiburan. Namun, hal yang sering menjadi kekhawatiran orang tua adalah bagaimana mengatur penggunaan gadget agar tidak berlebihan, terutama pada anak-anak. Ketika dibiarkan terlalu sering bermain HP atau tablet, anak bisa mengalami perubahan perilaku, menjadi kurang interaktif, cenderung tertutup, dan bahkan mengakses konten yang tidak sesuai dengan usianya.
Kondisi ini membuat banyak orang tua merasa bingung. Di satu sisi, mereka ingin membatasi waktu layar anak. Namun di sisi lain, membatasi tanpa pendekatan yang tepat justru bisa menimbulkan konflik. Lantas, bagaimana cara bijak yang bisa diterapkan agar anak tetap bisa menggunakan gadget secara wajar namun tetap aman?
Menurut psikolog klinis anak dan remaja dari Layanan Psikologi JEDA, Nanda Erfani Saputri, M.Psi., salah satu langkah utama dalam membatasi penggunaan gadget pada anak bukan sekadar dengan melarang atau memarahi. Kuncinya terletak pada menciptakan pengalaman dunia nyata yang menyenangkan dan bermakna bagi anak.
- Baca Juga BYD Bawa Yangwang ke Eropa Mulai 2026
“Seringkali, anak jadi larinya ke YouTube Short atau TikTok karena di dunia nyata enggak asyik buat mereka, karena mereka bosan,” jelas Nanda.
Pernyataan tersebut menjadi pengingat bahwa anak-anak adalah individu yang aktif dan memiliki kebutuhan untuk terus mendapat stimulasi. Ketika dunia nyata tidak mampu memenuhi rasa ingin tahu mereka, mereka secara alami akan mencari alternatif dan gadget menjadi pilihan termudah.
Oleh karena itu, pendekatan yang lebih tepat bukanlah dengan menekan keinginan anak terhadap gadget, tetapi dengan mengalihkan fokusnya ke hal-hal lain yang juga bisa memberikan kesenangan, keterlibatan, dan pengalaman baru.
Kegiatan Seru untuk Mengalihkan Anak dari Gadget
Menciptakan lingkungan yang menyenangkan di luar dunia digital adalah langkah paling realistis. Orang tua bisa mulai dengan menyusun berbagai aktivitas bermain yang menarik, baik di dalam maupun luar rumah.
Beberapa contoh aktivitas yang bisa dilakukan bersama anak meliputi:
Petak umpet
Cilukba
Puzzle
Tebak-tebakan
Kejar-kejaran
Bermain badminton
Bersepeda bersama
Permainan tradisional seperti bekel atau congklak
Jenis permainan ini mungkin terlihat sederhana bagi orang dewasa, tetapi bagi anak-anak, kegiatan ini sangat menyenangkan karena bersifat interaktif, fisik, dan melibatkan perhatian penuh dari orang tua atau teman bermain mereka.
Dengan menyuguhkan kegiatan alternatif yang menyenangkan, anak akan lebih mudah melepaskan diri dari ketergantungan pada layar gadget. Ini juga membantu mempererat hubungan emosional antara anak dan orang tua.
Kompensasi Aktivitas: Kunci Membatasi Tanpa Paksaan
Salah satu kesalahan umum dalam membatasi penggunaan gadget adalah ketika orang tua hanya memberikan aturan atau larangan tanpa menawarkan alternatif aktivitas yang sepadan. Anak mungkin memang bisa dipaksa untuk meletakkan gadget dalam waktu tertentu, tetapi tanpa kegiatan pengganti yang menarik, mereka hanya akan merasa bosan, tertekan, atau diam-diam mencari cara untuk kembali ke layar.
“Jika orang tua hanya membatasi gadget tanpa memberikan kompensasi aktivitas lain yang menyenangkan, anak akan semakin sulit melepaskannya,” tambah Nanda.
Pernyataan tersebut menggarisbawahi pentingnya kompensasi aktivitas. Ini bukan berarti anak harus terus-menerus dihibur, melainkan diberikan ruang untuk berkreasi, berinteraksi, dan menikmati momen di dunia nyata. Pendekatan seperti ini lebih sehat dan jangka panjang dibanding sekadar membatasi waktu layar secara sepihak.
Bahaya Konten Tidak Sesuai Usia
Aspek lain yang juga penting diperhatikan dalam penggunaan gadget pada anak adalah konten yang mereka konsumsi. Di era digital ini, anak-anak bisa dengan mudah menemukan berbagai video pendek atau meme yang tampaknya lucu dan tak berbahaya, namun menyimpan pesan yang tidak sesuai usia mereka.
Nanda menyoroti munculnya konten meme anomali di media sosial dan platform video pendek, yang mengandung karakter fiktif dengan cerita yang terkesan absurd, namun mengandung muatan naratif dewasa.
“Karakter abstrak seperti Tung Tung Tung Sahur dan Ballerina Cappuccina seringkali mengandung narasi dewasa tentang seks, perselingkuhan, hingga pembunuhan yang tidak layak dikonsumsi anak-anak,” ungkapnya.
Kehadiran konten seperti ini tentu membawa risiko besar terhadap perkembangan psikologis anak. Mereka bisa mengalami distorsi persepsi, kebingungan, atau bahkan terbiasa dengan kekerasan dan perilaku yang tidak pantas. Maka dari itu, membatasi akses gadget sekaligus mengawasi jenis konten yang dikonsumsi menjadi satu paket penting yang tak boleh dilewatkan.
Orang Tua Perlu Hadir dan Terlibat
Dalam dunia yang serba digital ini, peran orang tua tidak lagi cukup hanya dengan memberikan gadget atau mengawasi dari kejauhan. Anak-anak butuh kehadiran nyata, komunikasi dua arah, serta interaksi emosional yang mendalam dari orang tua mereka.
Cara-cara sederhana seperti ikut bermain bersama anak, membaca buku cerita, mengobrol sebelum tidur, atau membuat proyek kecil bersama di rumah bisa memberi dampak positif yang luar biasa. Semakin kuat hubungan emosional antara anak dan orang tua, semakin kecil kemungkinan anak mencari pelarian ke dunia digital.
Membatasi gadget bukanlah soal memutus hubungan anak dengan teknologi, melainkan soal menyeimbangkan pengalaman digital dengan kehidupan nyata yang lebih berwarna, sehat, dan bermakna. Teknologi akan terus berkembang, tetapi nilai-nilai kedekatan dan interaksi manusia tak akan pernah tergantikan oleh layar.