Kemenkes Dorong Larangan Rokok untuk Usia di Bawah 21 Tahun

Jumat, 18 Juli 2025 | 08:43:09 WIB
Kemenkes Dorong Larangan Rokok untuk Usia di Bawah 21 Tahun

JAKARTA - Isu pengendalian tembakau kembali menjadi sorotan seiring ajakan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memperkuat sinergi antar berbagai pihak dalam menegakkan larangan penjualan rokok kepada individu yang berusia di bawah 21 tahun. Selain itu, penerapan kawasan tanpa rokok (KTR) juga menjadi fokus yang terus diupayakan sebagai bagian dari perlindungan kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menegaskan pentingnya menjalankan aturan yang telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 tentang Kesehatan. Dalam kesempatan konferensi pers yang digelar secara daring dalam rangkaian Indonesian Youth Council For Tactical Changes di Jakarta, ia mengajak semua elemen untuk terlibat aktif melaksanakan kebijakan pengendalian tembakau.

"PP itu kita berproses, memang belum semuanya bisa langsung dijalankan tetapi ada beberapa hal yang tentunya bisa langsung kita kerjakan. Misalnya pengendalian iklan, larangan bahan tambahan. Larangan menjual rokok kurang dari 21 tahun sudah ada, tetapi masih juga ada yang menjual," jelasnya.

Dalam peraturan tersebut juga tercantum ketentuan tentang larangan menjual dan mengiklankan produk tembakau dalam radius 200 meter dari lingkungan satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Ketentuan ini sejalan dengan semangat menciptakan lingkungan yang aman dan sehat bagi anak-anak dan remaja yang rentan terhadap paparan produk tembakau.

Selain pengaturan jarak penjualan dan promosi, penerapan kawasan tanpa rokok juga telah ditetapkan di berbagai area publik. Beberapa di antaranya adalah lokasi layanan kesehatan, sekolah, rumah ibadah, sarana transportasi umum, serta ruang-ruang umum lainnya. Hal ini menjadi bagian integral dari strategi pengendalian konsumsi rokok di ruang publik.

"Ini tinggal dijalankan, tidak perlu aturan-aturan khusus tapi memang ada beberapa yang misalnya pengaturan PHW (Pictorial Health Warning) yang kita masih dalam proses, terus menerus mendapat masukan. Kemudian hal lain tentang pengaturan berapa kandungan nikotin dan tar," imbuhnya.

Upaya ini menjadi semakin mendesak mengingat tren peningkatan jumlah perokok secara nasional. Meski prevalensi menurun dalam bentuk persentase, namun kenaikan jumlah penduduk menyebabkan total perokok meningkat dari sisi angka absolut.

Berdasarkan data yang dimiliki Kemenkes, jumlah perokok di atas usia 15 tahun tercatat sebanyak 57,2 juta pada 2013 dan meningkat menjadi 63,1 juta pada periode terakhir yang dihimpun. Ini mencerminkan adanya pertambahan signifikan meskipun secara proporsional menurun.

Lebih memprihatinkan lagi, pertumbuhan jumlah perokok anak dan remaja juga menunjukkan lonjakan tajam. Pada tahun 2013, jumlah perokok pada kelompok usia 10–18 tahun berada di angka sekitar 2 juta. Namun, satu dekade kemudian, pada 2023, jumlah itu melonjak menjadi 5,9 juta orang. Lonjakan ini menunjukkan urgensi untuk menerapkan pengawasan dan penegakan hukum yang lebih tegas, terutama pada titik distribusi dan promosi produk tembakau.

Fenomena tersebut tidak hanya berdampak pada aspek kesehatan, namun juga menimbulkan kekhawatiran sosial mengingat usia produktif bangsa terancam oleh potensi ketergantungan nikotin sejak dini. Oleh karena itu, Kemenkes menekankan bahwa pengendalian tembakau bukan hanya tugas pemerintah semata, melainkan membutuhkan kolaborasi dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk pelaku usaha, institusi pendidikan, dan pemerintah daerah.

Kebijakan pengendalian iklan dan promosi rokok juga tengah dibenahi, termasuk larangan penggunaan bahan tambahan tertentu dalam produk tembakau. Kemenkes mengupayakan pembatasan kadar nikotin dan tar, serta peningkatan efektivitas peringatan bergambar pada kemasan rokok untuk menumbuhkan kesadaran akan dampak negatifnya.

Langkah-langkah tersebut dirancang sebagai bagian dari reformasi sistem kesehatan nasional, dengan target menekan angka konsumsi rokok di kalangan remaja dan kelompok usia produktif. Dalam prosesnya, regulasi yang sudah ada diharapkan tidak hanya menjadi dokumen administratif, melainkan benar-benar dijalankan secara konsisten di lapangan.

Penerapan kawasan tanpa rokok juga harus dikawal lebih serius, mengingat masih banyak ruang publik yang belum sepenuhnya bebas dari paparan asap rokok. Kemenkes menggarisbawahi bahwa implementasi di lapangan membutuhkan peran aktif dari pemerintah daerah, penegak hukum, serta masyarakat itu sendiri.

Sementara itu, sosialisasi mengenai aturan-aturan baru serta upaya edukasi kepada masyarakat harus digencarkan untuk memastikan kesadaran publik tentang bahaya rokok dan pentingnya perlindungan anak dari paparan produk tembakau sejak usia dini.

Melalui sinergi lintas sektor dan komitmen kuat dari berbagai pemangku kepentingan, diharapkan kebijakan pengendalian rokok ini tidak hanya menjadi simbolik, namun memberikan dampak nyata bagi kesehatan generasi masa depan. Indonesia saat ini berada di titik kritis untuk menentukan arah kebijakan tembakau apakah tetap pasif dan membiarkan tren meningkat, atau mengambil langkah aktif demi melindungi generasi penerus dari jerat bahaya rokok.

Terkini

Cuka Apel untuk Kesehatan Alami

Jumat, 18 Juli 2025 | 07:27:41 WIB

Wisata Pulau Eksotis Dekat Jakarta

Jumat, 18 Juli 2025 | 07:30:24 WIB

3 Shio Paling Hoki 18 Juli 2025

Jumat, 18 Juli 2025 | 08:21:15 WIB

Cirebon Ubah Sampah Jadi Energi Ramah Lingkungan

Jumat, 18 Juli 2025 | 08:23:20 WIB

Daftar Harga BBM Terkini Juli 2025

Jumat, 18 Juli 2025 | 08:25:55 WIB