Curhat Lewat AI, Cara Baru Ringankan Pikiran

Kamis, 10 Juli 2025 | 08:35:28 WIB
Curhat Lewat AI, Cara Baru Ringankan Pikiran

JAKARTA - Dalam era digital saat ini, curhat yang dulu identik dengan teman atau profesional beralih ke kecerdasan buatan (AI). AI kini menjadi tempat banyak orang menumpahkan perasaan dan emosi. Fenomena ini bukan sekadar tren, tapi cerminan perubahan cara manusia mencari kenyamanan dan validasi emosional. Namun, di balik sensasi “didengar” oleh robot, muncul pertanyaan besar: apakah praktik ini benar-benar aman bagi kesehatan mental dan data pribadi?

AI Sebagai “Teman Curhat” Generasi Digital

Survei global menunjukkan relevansi fenomena ini. Sebanyak 32% responden menyatakan bersedia menggunakan AI sebagai pengganti terapis untuk mengelola kesehatan mental. Generasi muda Gen Z dan Milenial ternyata lebih terbuka menerima metode curhat digital ini, dengan 36% diantaranya menyatakan minat tinggi terhadap terapi AI. Angka ini lebih tinggi dibanding generasi yang lebih tua (28%). Peralihan ini mengindikasikan bagaimana teknologi merambah ruang refleksi diri dan dukungan emosional.

Fenomena ini bermula dari satu kebutuhan mendasar manusia: didengar, dimengerti, dan tidak dihakimi. Dengan interaksi yang terasa personal, AI menawarkan format obrolan seolah seorang sahabat tak kasat mata. Namun, kondisi ini menimbulkan kekhawatiran soal adiksi, validasi instan, hingga potensi terganggunya perkembangan sosial dan emosional.

Keterbatasan AI dalam Proses Penyembuhan Emosional

Menariknya, psikolog klinis Aldo Rayendra menegaskan bahwa AI bukanlah terapis dan interaksi dengannya tidak bisa dianggap sebagai proses terapeutik sejati. Menurutnya, curhat dengan AI sejatinya mirip penggunaan mesin pencari dalam format dialog. Konsepnya tak jauh berbeda dengan Googling, hanya dibungkus seperti berbicara dengan teman.

Lebih jauh, Aldo mengungkapkan bahaya sistematis ketergantungan. Banyak platform AI mengenakan biaya untuk akses lebih lanjut, mendorong pengguna mengejar kenyamanan instan:

“…jadi istilahnya kita tuh jadi mengejar, hal-hal yang rasa nyaman itu dengan cara instan. Iya mirip-mirip kayak adiksi gitu kan.”

Hal ini menunjukkan bahwa keterikatan terhadap AI bisa berkembang, terutama jika seseorang menggunakan perangkat ini untuk memenuhi kebutuhan dopamin secara terus-menerus. Padahal, selama ini tubuh manusia memerlukan waktu dan interaksi nyata untuk memproduksi dopamin secara sehat. Jika diisi dengan kenyamanan instan, maka keterampilan sosial dan pengelolaan emosi seseorang dapat terganggu.

Tak Ada Koneksi Nyata: Risiko Social Skills

Aldo mengilustrasikan situasi seorang remaja yang curhat soal kurangnya kemampuan sosial dan regulasi emosi. Setelah curhat dengan AI, ia merasa dimengerti. Namun, ironisnya, keterampilan sosialnya tidak terasah karena tak ada interaksi manusia nyata. AI tidak mampu memberikan pengalaman koneksi interpersonal:

“Manusia tidak mendapat real connection alias koneksi nyata yang hanya bisa didapat dengan cara interaksi sesama manusia.”

Kondisi ini diperparah oleh fenomena “pandemic brain”, yakni penurunan kemampuan regulasi emosi akibat interaksi berlebihan dengan gadget selama pandemi. Kebiasaan ini belum sepenuhnya pulih, dan AI bisa menjadi pelengkap buruk yang makin menghambat pemulihan skill sosial dan rasa empati.

Peran AI: Bermanfaat Tapi Harus Dibatasi

Menurut psikolog Mutiara Maharini, kecerdasan buatan memang bisa membantu dalam banyak hal mulai dari pengingat mood tracker hingga validasi sederhana namun harus digunakan dengan batasan. Jika tidak hati-hati, AI bisa menjadi bumerang:

“Ketergantungan itu, akan menghambat seseorang dari melakukan hal-hal yang seharusnya lakukan sebagai manusia, seperti contohnya berinteraksi sosial hingga membangun meaningful connection atau koneksi yang bermakna.”

Mutiara menekankan kebutuhan sikap kritis terhadap AI. Singkatnya, penggunaan jangka pendek untuk menunjang mood masih bisa diterima, tetapi penggunaan jangka panjang berisiko menghilangkan kemampuan sosial dasar. Selain itu, motif perusahaan penyedia AI juga perlu dipertanyakan banyak layanan menawarkan uji coba gratis, namun punya tujuan komersial.

Data Pribadi di Tangan AI: Ancaman Tersembunyi

Selain dampak psikologis, muncul issue besar soal data pribadi. Tuhu Nugraha dari IADERN menjelaskan bahwa kebiasaan mencurahkan data pribadi mulai dari karakter, ketakutan, hingga trauma bisa disalahgunakan. Data ini dapat dipakai untuk iklan personalisasi atau bahkan manipulasi social engineering:

“…AI bisa mengambil data-data pribadi penggunanya… Bisa digunakan untuk personalisasi iklan, hingga memanipulasi fan social engineering.”

Ketidaksesuaian privasi dan syarat ketentuan bisa membuat pengguna tidak sadar menyerahkan banyak data sensitif. Kondisi ini menunjukkan pentingnya edukasi yang terus berjalan dari berbagai pihak agar pemanfaatan AI lebih aman.

Kisah Nyata: Malika dan Batasan Curhat dengan AI

Seorang pengguna bernama Malika membagikan pengalamannya. Ia memilih AI untuk curhat karena tidak ingin membebani teman. Ia juga menggunakan AI untuk mood tracker harian. Namun, ia menyadari batasannya jika masalah sudah berat, ia akan mencari profesional, bukan AI.

Malika juga berhati-hati soal privasi: ia tidak menyebut nama, detail lokasi, atau biodata lengkap, bahkan meminta AI untuk “melupakan” sesi curhat agar data tidak tersimpan. Tindakan ini mencerminkan kesadaran praktis yang harus ditiru oleh banyak pengguna lain.

Profesional vs AI: Beda Jauh di Hilangnya Etika dan Kredibilitas

Aldo mengungkapkan hasil diskusinya dengan AI. AI sendiri mengakui bahwa ia hanya mampu memberikan validasi dan penerimaan emosional. Ia bukan pengganti profesional psikolog atau konselor:

“AI… bilang …Enggak bisa menggantikan peran profesional.”

Sementara itu, Mutiara menekankan bahwa pengguna perlu tetap kritis dan menyadari kredibilitas tujuan AI umumnya mendorong pengguna untuk berlangganan, bukan agar mereka menjadi lebih mandiri. Terapi profesional memiliki kode etik dan tujuan terapeutik, sedangkan AI belum memiliki komitmen serupa.

Terkini

Harga BBM Pertamina Terbaru Hari Ini Turun

Rabu, 20 Agustus 2025 | 07:48:43 WIB

Minyak Dunia Turun Terkait Prospek Pasokan Meningkat

Rabu, 20 Agustus 2025 | 07:51:59 WIB

Apolin Dorong Kepastian Pasokan Gas Industri Oleokimia

Rabu, 20 Agustus 2025 | 07:57:53 WIB

Panduan Praktis Pasang dan Beli Token Listrik

Rabu, 20 Agustus 2025 | 08:01:58 WIB

Proyek Panas Bumi Tingkatkan Energi Nasional 530 MW

Rabu, 20 Agustus 2025 | 08:08:24 WIB