JAKARTA - Pada akhir perdagangan Selasa, 25 Februari 2025, bursa saham Asia mengalami tekanan yang signifikan akibat ancaman tarif impor dari Amerika Serikat (AS). Keputusan terbaru dari Presiden Donald Trump untuk mengangkat kembali isu tarif impor terhadap Kanada dan Meksiko telah mengguncang pasar ekuitas, menyebabkan sentimen negatif dan penurunan indeks utama di kawasan Asia.
Sebagai imbas langsung dari kebijakan Trump, indeks komposit Shanghai terpuruk 0,8 persen atau 26,99 poin menjadi 3.346,04. Selain itu, Nikkei Jepang mengalami koreksi tajam sebesar 1,39 persen atau 539 poin, turun ke angka 38.237,79. Sementara itu, Kospi Korea ditutup melemah 14,98 poin, atau 0,57 persen, di 2.630,29.
Tekanan tarif impor ini datang setelah pernyataan Trump pada hari Senin yang menegaskan bahwa AS akan menerapkan tarif terhadap Kanada dan Meksiko setelah masa tenggang satu bulan yang saat ini tengah berlangsung berakhir pada minggu depan. Langkah ini dianggap sebagai bagian dari strategi perdagangan proteksionis yang telah menjadi ciri khas pemerintahan Trump, meskipun sempat mereda di bawah pengawasan Presiden sebelumnya, Joe Biden.
Tidak hanya itu, AS di bawah kepemimpinan Trump juga tengah merancang aturan baru yang lebih ketat terhadap pembatasan ekspor semikonduktor ke China, dengan tujuan menekan kemajuan teknologi negeri Tirai Bambu tersebut. Kebijakan ini juga termasuk upaya untuk meyakinkan sekutu-sekutu utama Amerika agar memperketat larangan industri cip asal China, yang dipandang sebagai ancaman terhadap dominasi teknologi AS di kancah global.
Kebijakan ini membawa dampak besar pada pasar saham, termasuk bursa Korea. Bank sentral Korea memberikan kejutan tambahan dengan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Selain itu, Bank of Korea (BOK) turut memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini menjadi 1,5 persen, jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yang berada di angka 1,9 persen pada November tahun lalu. Proyeksi ini bahkan sudah diturunkan beberapa kali sejak November 2023 yang sebelumnya berada di 2,3 persen, dan pada Mei 2024 menjadi 2,1 persen.
"Dinamika ekonomi global saat ini sangat menantang, dan tindakan terbaru dari AS hanya menambah tekanan lebih besar pada pasar Asia yang sudah rentan," ujar seorang analis pasar dari Seoul yang memilih untuk tidak disebutkan namanya. Ia menambahkan bahwa investor saat ini dihadapkan pada ketidakpastian yang besar, baik dari sisi kebijakan domestik maupun eksternal.
Meski demikian, para analis juga melihat bahwa pasar memiliki potensi untuk kembali pulih apabila ada negosiasi atau kompromi yang lebih lembut dari pemerintahan Trump. Namun, realitas politik saat ini menunjukkan kecenderungan proteksionis yang lebih kuat sehingga potensi untuk ketidakpastian jangka panjang masih membayangi.
Sementara itu, pemerintah Asia diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk memitigasi dampak dari tarif AS, baik melalui kebijakan moneter maupun fiskal yang lebih akomodatif. "Ada kebutuhan yang mendesak bagi pemerintah di kawasan ini untuk menjaga stabilitas ekonomi melalui langkah-langkah proaktif yang dapat mendorong pertumbuhan dan memberikan keyakinan kepada investor," ujar seorang pakar ekonomi dari Beijing.
Sebagai penutup, situasi ini tidak hanya mempengaruhi pasar saham, tetapi juga dapat memiliki implikasi yang lebih luas terhadap hubungan dagang internasional. Sebagai salah satu tentakel dari ekonomi global, tindakan AS ini membawa dampak yang berlapis-lapis, mulai dari ketidakstabilan pasar keuangan hingga potensi munculnya konflik dagang yang lebih besar.
Peristiwa ini menggarisbawahi betapa terhubungnya pasar global saat ini. Setiap kebijakan besar dari negara ekonomi utama dunia dapat memicu resonansi yang signifikan di seluruh penjuru dunia. Investor harus tetap waspada dan bersiap menghadapi fluktuasi lebih lanjut hingga ada kejelasan lebih lanjut di arena perdagangan internasional. Sementara itu, masyarakat dan pelaku pasar harus beradaptasi dengan lanskap ekonomi yang terus berubah di bawah tekanan kebijakan yang dinamis dan seringkali tak terduga ini.
Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa tantangan bagi ekonomi Asia tidak hanya datang dari dalam negeri namun juga meningkat dari faktor eksternal seperti kebijakan perdagangan AS yang menjadi sorotan utama saat ini. Kewaspadaan dan kesiapsiagaan adalah kunci menghadapi tantangan di masa depan dalam skenario global yang semakin kompleks ini.