Wingko Babat Hidupkan Kuliner Tradisional Palembang

Selasa, 19 Agustus 2025 | 15:50:12 WIB
Wingko Babat Hidupkan Kuliner Tradisional Palembang

JAKARTA - Kuliner tradisional selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan maupun masyarakat lokal. Salah satunya adalah wingko babat, kue khas nusantara yang memiliki cita rasa manis gurih dengan tekstur legit dan lembut. Di Palembang, wingko babat menjadi pilihan favorit bagi pengunjung yang ingin menikmati kuliner tradisional sambil menikmati suasana Sungai Musi.

Kue ini berbahan dasar kelapa parut, yang dicampur dengan tepung ketan, gula, dan santan. Perpaduan bahan-bahan sederhana ini menghasilkan aroma harum khas saat dipanggang. Keharumannya sering memikat pengunjung untuk membeli sebagai camilan atau oleh-oleh.

Salah satu pedagang yang konsisten menghadirkan wingko babat di Palembang adalah Bu Surtini, yang berjualan di bawah Jembatan Ampera, dekat pelataran Benteng Kuto Besak (BKB). Keberadaannya telah menjadi ikon kuliner lokal, sekaligus menarik wisatawan untuk mencoba makanan tradisional sambil menikmati pemandangan Sungai Musi.

Bu Surtini menjelaskan bahwa berjualan wingko babat sudah digelutinya sejak beberapa tahun lalu. Menurutnya, setiap ada kegiatan besar di sekitar Sungai Musi, seperti lomba bidar, omzet dagangannya bisa berlipat ganda.

“Kalau ada acara, pembeli ramai sekali. Wingko babat ini banyak dicari sebagai oleh-oleh atau teman bersantai sambil menikmati suasana sungai,” ungkap Bu Surtini. Kalimat ini menunjukkan betapa wingko babat bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga bagian dari pengalaman budaya dan hiburan di Palembang.

Resep Wingko Babat Ala Bu Surtini

Resep wingko babat ala Bu Surtini cukup sederhana dan mudah dipraktikkan di rumah. Bahan-bahannya terdiri atas 500 gram kelapa parut setengah tua, 250 gram tepung ketan, 200 gram gula pasir, 200 ml santan kental, 2 butir telur, serta sedikit garam untuk menyeimbangkan rasa. Semua bahan mudah diperoleh di pasar tradisional maupun swalayan.

Langkah pertama pembuatan wingko babat adalah mencampur kelapa parut dengan tepung ketan, gula, dan garam hingga rata. Selanjutnya, tambahkan santan kental dan telur, lalu aduk hingga adonan kalis dan tidak terlalu encer. Adonan dicetak sesuai selera, bisa berbentuk bulat pipih atau kotak, kemudian dipanggang di atas wajan datar atau teflon dengan api kecil sampai kedua sisi berwarna kecokelatan dan harum.

Bu Surtini menekankan bahwa kunci kelezatan wingko babat terletak pada kelapa parut segar dan proses pemanggangan yang sabar. “Kalau kelapanya masih segar, wangi dan gurihnya lebih terasa. Jangan lupa dipanggang pelan-pelan supaya matang merata,” jelasnya. Tips ini menjadi rahasia agar rasa tetap konsisten dan memikat lidah pengunjung.

Daya Tahan dan Pemesanan

Dengan cara pemanggangan yang tepat, wingko babat bisa bertahan hingga dua hari pada suhu ruang, dan lebih lama jika disimpan dalam wadah tertutup. Selain dijual langsung kepada wisatawan dan pengunjung, Bu Surtini juga menerima pesanan dalam jumlah besar untuk acara keluarga maupun hajatan. Banyak warga menjadikan wingko babat sebagai suguhan karena rasanya yang khas serta cocok dinikmati semua kalangan.

Menurut Bu Surtini, menjaga kualitas rasa adalah kunci agar pelanggan tetap setia. Hal ini menjadikan wingko babat bukan hanya komoditas ekonomi, tetapi juga simbol kualitas dan tradisi kuliner lokal yang harus dilestarikan.

Wingko Babat sebagai Warisan Kuliner

Wingko babat bukan sekadar kue tradisional, tetapi bagian dari warisan kuliner nusantara yang patut dilestarikan. Keberadaannya di Palembang, terutama di lokasi strategis seperti bawah Jembatan Ampera, membuat kuliner ini terus eksis di tengah modernisasi kuliner yang semakin beragam.

Lewat tangan pedagang seperti Bu Surtini, cita rasa wingko babat tetap hidup dan dikenal oleh generasi muda maupun wisatawan. Kombinasi rasa, aroma, dan pengalaman menikmati kue di tepi Sungai Musi membuat kuliner ini memiliki nilai lebih dibanding sekadar makanan biasa.

Kehadiran wingko babat di bawah Jembatan Ampera juga menjadi pelengkap wisata budaya dan kuliner Palembang, yang terkenal dengan keindahan sungai, jembatan ikonik, dan berbagai festival lokal. Kuliner tradisional ini memungkinkan masyarakat dan wisatawan untuk merasakan langsung atmosfer kota yang kaya sejarah, sekaligus menikmati manis gurihnya kue legendaris.

Tidak hanya itu, keberadaan pedagang seperti Bu Surtini juga berperan penting dalam mendukung perekonomian lokal. Kegiatan jual beli wingko babat tidak hanya menghidupkan tradisi kuliner, tetapi juga membuka lapangan usaha, menciptakan interaksi sosial, dan meningkatkan kunjungan wisata ke Palembang.

Wingko babat adalah simbol kuliner tradisional yang tetap relevan di era modern. Melalui resep sederhana, bahan berkualitas, dan ketekunan pedagang lokal, kue ini mampu memikat hati masyarakat maupun wisatawan. Keberadaannya di bawah Jembatan Ampera menjadikannya bagian penting dari pengalaman wisata budaya di Palembang.

Dengan menjaga kualitas, cita rasa, dan pelayanan, wingko babat tidak hanya sekadar kue manis gurih, tetapi juga warisan budaya yang hidup di tengah modernisasi kuliner. Keberadaan pedagang setia seperti Bu Surtini memastikan bahwa tradisi ini tetap lestari, memberi peluang bagi generasi baru untuk mengenal dan mencintai kuliner nusantara.

Terkini

Mahasiswa Mandiri Finansial Sukses Lewat Freelance

Selasa, 19 Agustus 2025 | 12:51:58 WIB

Peluang Duel Chimaev Lawan Makhachev di UFC

Selasa, 19 Agustus 2025 | 15:45:46 WIB

Wingko Babat Hidupkan Kuliner Tradisional Palembang

Selasa, 19 Agustus 2025 | 15:50:12 WIB

Pendidikan Inklusif Perkuat Anak Hadapi Global

Selasa, 19 Agustus 2025 | 15:54:50 WIB

Arsenal Tunjukkan Taktik Jitu Hadapi Manchester United

Selasa, 19 Agustus 2025 | 16:00:47 WIB