Sri Mulyani Tegaskan Efisiensi APBN untuk Prioritas Nasional

Kamis, 07 Agustus 2025 | 09:00:01 WIB
Sri Mulyani Tegaskan Efisiensi APBN untuk Prioritas Nasional

JAKARTA - Efisiensi anggaran kembali menjadi fokus utama pemerintah dalam menjaga kesinambungan fiskal negara. Dalam langkah konkret terbarunya, Kementerian Keuangan memperkenalkan sebuah kebijakan baru yang dirancang untuk memperkuat pengelolaan belanja negara melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025. Peraturan ini secara resmi mulai berlaku pada 5 Agustus 2025.

Beleid ini mempertegas arah kebijakan efisiensi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang selama ini telah menjadi bagian dari strategi pengendalian fiskal nasional. PMK 56/2025 dirancang tidak hanya sebagai upaya menahan laju pengeluaran, tetapi juga sebagai sarana pengalihan anggaran menuju program-program prioritas nasional. Melalui kebijakan ini, Kementerian Keuangan ingin memastikan bahwa efisiensi bukan berarti memangkas manfaat, melainkan menyalurkan dana publik ke arah yang lebih produktif.

Peraturan tersebut dengan tegas menyatakan bahwa hasil efisiensi dari pengelolaan anggaran akan dialokasikan secara utama untuk kegiatan prioritas presiden. Pelaksanaan dari pengalokasian ini berada di bawah koordinasi Menteri Keuangan yang bertindak sebagai Bendahara Umum Negara. Penegasan ini termuat dalam Pasal 2 ayat (3) PMK 56/2025.

“Hasil efisiensi...utamanya digunakan untuk kegiatan prioritas presiden yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh menteri keuangan selaku bendahara umum negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 2 ayat (3) PMK 56/2025.

Struktur efisiensi dalam PMK ini dibagi menjadi dua kategori utama. Pertama adalah efisiensi anggaran belanja yang dilakukan oleh masing-masing kementerian/lembaga, dan kedua adalah efisiensi dalam skema transfer ke daerah (TKD). Pembagian tersebut memberikan arah yang jelas dalam implementasi teknisnya di lapangan.

Kebijakan ini memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan besaran efisiensi anggaran belanja setiap kementerian/lembaga. Penetapan tersebut tidak dilakukan secara sepihak, melainkan berlandaskan pada kebijakan efisiensi yang sebelumnya telah ditetapkan oleh presiden. Dengan demikian, keputusan mengenai penghematan ini tetap berada dalam koridor pengambilan keputusan strategis nasional.

Untuk memperjelas ruang lingkup penghematan, PMK 56/2025 juga menyusun daftar rinci atas 15 item belanja yang termasuk dalam ruang lingkup efisiensi. Item-item ini mencakup berbagai pengeluaran rutin dan operasional yang dinilai masih memiliki potensi untuk dipangkas tanpa mengganggu output utama dari kegiatan kementerian/lembaga.

Adapun 15 item tersebut meliputi pengeluaran untuk alat tulis kantor, kegiatan seremonial, rapat, seminar, dan kegiatan sejenis. Selain itu, kajian dan analisis, pelatihan dan bimbingan teknis, honor output kegiatan dan jasa profesi, hingga percetakan dan suvenir juga termasuk dalam daftar. Biaya untuk sewa gedung, kendaraan, dan peralatan pun masuk dalam daftar efisiensi. Termasuk juga lisensi aplikasi, jasa konsultan, bantuan pemerintah, pemeliharaan dan perawatan, perjalanan dinas, peralatan dan mesin, serta pembangunan infrastruktur.

Namun demikian, berbeda dengan Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 yang dirilis sebelumnya, PMK 56/2025 tidak secara eksplisit menyebutkan nilai nominal atau persentase anggaran yang akan dipangkas. Fokusnya lebih pada mekanisme dan jenis belanja yang menjadi target efisiensi.

Untuk mendukung penerapan yang transparan dan terukur, peraturan ini mewajibkan setiap kementerian/lembaga untuk menyusun rencana efisiensi anggaran. Rencana ini harus didasarkan pada besaran efisiensi yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Identifikasi efisiensi dilakukan melalui penelusuran terhadap jenis belanja, item belanja, dan/atau sumber dana yang digunakan dalam pelaksanaan program kerja.

Kementerian/lembaga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa rencana efisiensi tersebut tetap mempertimbangkan pencapaian target penerimaan perpajakan. Ini merupakan poin penting agar efisiensi yang dilakukan tidak berdampak negatif terhadap target pendapatan negara dari sektor pajak.

Dalam hal hasil identifikasi menunjukkan bahwa besaran efisiensi belum tercapai, maka kementerian/lembaga diberikan ruang untuk melakukan penyesuaian terhadap komponen-komponen anggaran mereka. Penyesuaian ini bisa mencakup perubahan jenis belanja, penyesuaian item, hingga perubahan sumber dana yang digunakan.

Peraturan ini juga mensyaratkan mekanisme persetujuan terhadap rencana efisiensi dari masing-masing kementerian/lembaga oleh mitra komisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait. Persyaratan ini berlaku jika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berlaku. Hal ini memastikan bahwa rencana efisiensi tetap dalam pengawasan lembaga legislatif dan berjalan secara akuntabel.

“Rencana efisiensi anggaran belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 [kementerian/lembaga] disampaikan kepada mitra komisi Dewan Perwakilan Rakyat terkait untuk mendapat persetujuan, sepanjang dipersyaratkan sesuai dengan kebijakan dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 6 PMK 56/2025.

Secara keseluruhan, penerbitan PMK 56/2025 merupakan langkah strategis pemerintah dalam memperkuat fondasi fiskal nasional. Langkah ini juga menjadi upaya nyata untuk menyelaraskan pengelolaan anggaran dengan visi pembangunan presiden, sambil tetap menjaga efisiensi dan efektivitas dalam belanja negara.

Terkini

Olahraga Aman untuk Ibu Menyusui Sehat

Minggu, 07 September 2025 | 12:17:07 WIB

Gym Membantu Tubuh dan Pikiran Lebih Sehat

Minggu, 07 September 2025 | 12:17:06 WIB

Manfaat Seru Terjun Payung Untuk Tubuh Sehat

Minggu, 07 September 2025 | 12:17:05 WIB

Manfaat Panjat Tebing Untuk Kesehatan Fisik Mental

Minggu, 07 September 2025 | 12:17:04 WIB

Jalan Cepat Tingkatkan Tubuh dan Pikiran Sehat

Minggu, 07 September 2025 | 12:17:02 WIB